Thursday, February 21, 2019

Jami’ul Bayan fi Tafsiril Qur’an, imam At-Thabari


  A.    Riwayat Hidup Imam at-Thabari
Nama lengkapnya Muammad bin Jarir bin Yazid bin Khalid bin Kasir Abu Ja’par at-Thabariat-Thabari, berasal dari Amol, ahir dan wafat di Bagdad. Diahirkan pada 224 H. dan wafat pada 310 H. Ia adalah se’orang ulama yang sulit dicari bandingannya, banyak meriwayatkan hadis, luas pengetahuannya dalam bidang penukian dan pen-tarjih-han (penyeleksian untuk memilih yang kuat) riwayat-riwayat, serta mempunyai pengetahuan luas dalam bidang sejarah para tokoh dan berita umat terdahulu.[1]
       Ibnu Jarir at-Thabari dipandang sebagai salah seorang tokoh terkemuka yang menguasai benar berbagai disiplin ilmudan telah meninggalkan warisan keislaman cukup besar yang senantiasa mendapat sambutan baik disetiap masa dan geerasi. Ia ia mendapatkan popularitas luas melalui dua buah karyanya. Tarikhul Umam wal muluk  tentang sejarah dan Jami’ul Bayan fi Tafsiril Qur’an tentang tafsir. Kedua buku tersebut termasuk di antara sekian banyak rujukan ilmiah paling penting. Bahkan buku tafsirnya merupakan rujukan utama bagi para mufasir yang menaruh perhatian terhadap tafsir bil-ma’sur.[2]
       Tafsir Ibnu Jarir ini terdiiri atas tiga puluh jilid, masing-masing berukuran yang tebal. Pada mulanya tafsir Ini penah hilang, namun Allah menakdirkannya muncul kembali ketika didapatkan satu naskah manuskrip tersimpan dalam penguasaan seorang amir yang telah mngundurkan diri, Amir Hamud bin ‘Abdur Rasyid, salah seorang penguasa Nejd. Tidak lama kemudian kitab tersebut diterbitkan dan beredar luas sampai ditangan kita, menjadi sebuah ensiklopedi yang kaya tentang tasir bil-ma’sur.[3]
  B.     Karya-karyanya
            At-Thabari mengarang kitab cukup banyak, antara lain:
  1.      Jami’ul Bayan fi Tafsiril Qur’an,
  2.      Tharikhul Umam wal Muluk wa Akhbaruhum,
  3.      Al-Adabul Hamidah wa Akhlaqun Nafisah,
  4.      Tarikhur Rijal,
  5.      Ikhtilaful fuqaha,
  6.      Tahzibul asar,
  7.      Kitabul Basit fil Fiqh,
  8.      Al-Jami’ fil Qira’at dan
  9.      Kitabut Tafsir fil Usul.
  C.    Sejarah Penulisannya
       Semasa hidup at-Tabari, akhir abad ke-9 hinga abad pertengahan abad ke-10 M, kaum muslimin dihadapkan pada pluralitas etnis, relijius, ilmu pengetahuan, pemikiran keagamaan, dan heterogenitas kebudayaan dan peradaban. Di bidang keilmuan, tafsir telah menjadi disiplin ilmu keislaman tersendiri, setelah beberapa saat merupakan bagian inheren studi al-hadist. Tafsir telah mengalami perkembangan secara metodologis dan subtansial. Kemunculan aliran tafsir bi al-ma’sur dan bi al-ra’yi turut memberikan warna bagi pemikiran muslim.
       At- Thabari ada pada saat hilangnya salah satu aliran rasional ke agaman Mu’tazilah setelah era al-Mutawakkil, dan munculnya aliran tradisional Asy’ariah yang belakangan disebut Sunni, belum lagi sekte-sekte yang lain turut menyemaratkan bursa pemikiran di panggung sejarah umat Islam.
       Kompleksitas yang dilihat dan dialami oleh at-Thabari di negeri sendiri, menggugah sensitivitas keilmuannya khusus di bidang pemikiran islam dengan jalan melakukan respons dan dialog ilmiah dengan lewat karya tulis.
       Pada akhir pergulatan pemikirannya, yang lebih dikenal luas sebagai seorang sunni ketimbang seorang rafidi-extrememis Ali yang pernah hangat direbutkan oleh para ulama sezamannya ketika memuncakkan aliran-aliran teologi. Bukti-bukti bahwa dia seorang sunni terlihat dalam karya-karya nya di bidang sejarang dan tafair. Kitab-kitab tafsir ini di tulis oleh al-Thabari pada paruh abad ke 3 H, dan sempat disosialisasikan di depan para murid-muridnya selama kurang lebih 8 tahun, sekitar 282 hingga 290 H.
       Kitab tafsir karya al-Thabari, memiliki nama ganda yang dapat dijumpai di berbagai perpustakaaan; pertama, Jami Al-Bayan an Ta’wil ay Al-Qur’an (Beirut: Dar Al-Fiqr, 1995 dan 1998), dan kedua bernama Jami Al-Bayan Fii Tafsir Al-Qur’an ( Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1992) terdiri dari 30 juz atau jilid besar. At-Thabari mencoba mengalaborasi terma ta’wil dan tafsir menjadi sebuah kontruksi pemahaman yang utuh dan holistic. Baginya kedua istilah itu aalah mutarradif (sinonim). Keduanya merupakan piranti intelektual untuk memahami kitab suci AL-Qur’an yang pada umumnya tidak cukup hanya di analisis melalui kosakatanya, tetapi memerlukan peran aktif logika dan aspek-asppek penting lainnya, seperti munasabah ayat dan atau surat, tema (ma’udu), asbab an-nuzul dan sebagainyya.
       Ada awalnya kitab ini pernah menghilang, tidak jelas keberadaannya; ternyata tafsir ini dapat muncul kembali berupa menuskrip yang tersimpan di maktabah (kolektif pustaka pribadi) seorang amir (pejabat) najid, hammad ibn amir abd rasyid. Goldziher berpandangan bahwa nasskah tersebut dikemukakan lantaran terjadi kebangkitan kembali percetakan pada mula abad 20-an. Menurut al-Subki, bentuk tafsir yang sekarang ini adalah khulasah (resume) dari kitab oriisinalnya .
  D.    Karakteristik Penulisannya
Tafsir Jami’ul bayan fi tafsiril qur’an karangan Ibnu Jarir at-Thabari ini merupakan sebuah tafsir yang bernilai tinggi yang sangat diperlukan setiap orang yang mempelajari tafsir. As-Syuyuti menjelaskan, “kitab tafsir Muhammad bin Jarir at-Thabari adalah afsir yang paling besar dan luas. Didalamnya ia mengemukakan berbagai pendapat dan mempertimbangkan mana yang paling kuat, serta membahas i’rab dan isntinbat. Karena itulah ia melebihi tafisr-tafsir karya para pendahulu. “ Imam Nawawi berkata, “Umat telah sepakat bahwa belum pernah disusun sebuah tafsir pun yang sama seperti tafsir at-Thabari.[4]
       Tafsir at-Thabari adalah kitab tafsir yang paling tua ang sampai kepada kita secara sempurna. Sementara tafir-tafsir yang pernah ditulis oleh orang sebelumnya tidak ada yang sampai kepada kita kecuali hanya sedikit sekali. Itupun tersedia di celah-celah kitab at-Thabari tersebut.
  E.     Metode penulisannya
Metode yang diikuti Ibnu Jarir dalam kitab tabsirnya ialah, apabila hendak menafsirkan suatu ayat Qur’an ia berkata: “pendapat mengenai ta’wil (tafsir) firman Allah adalah begini dan begitu.” Kemudian ia menafsirkan ayat tersebut dengan mendasarkan pada pendapat para sahabat dan tabi’in yang diriwayatkan dengan sanad yang lengkap, yakni tafsir bil-ma’sur berasal darri mereka.
       Langkah metodologi tafsir at-Thabari dapat di sederahanakan sebagai berikut:
  1.      Menempuh jalan tafsir atau takwil.
  2.   Melakukan penafsiran ayat dengan ayat (munasabah) sebagai aplikasi norma tematis “al-Qu’an yufassiru ba’duhu ba’d”
  3.      Manafsirkan al-Qur’an dengan as-sunnah/al-hadits (bi al-mas’ur)
  4.      Bersandar pada analisis bahasa (lughah) bagi kata yang riwayatnya diperselisihkan
  5.      Mengeksplorasi syair dan menggali prosa arab (lama) ketika menjelaskan makna kosakata dan         kalimat.
  6.      Memperhatikan aspek I’rab dengan proses pemikiran analogis untuk di tashih dan tarjih
  7.      Pemaparan ragam qiraat dalam rangka megungkap (al-kasyf) makna ayat
  8.      Membeberkan perdebatan di bidang fiqh dan teori hukum islam (‘usul fiqh) untuk kepentingan analisis dan istinbat hukum
  9.      Mencermati korelasi (munasabah) ayat sebelum dan sesudahnya, meski dalam kadar yang relativ e kecil
 10.Melakukan sinkronisasi antar makna ayat untuk memperoleh kejelasan dalam rangka untuk mernangkap makna secara utuh
 11.Melakukan kompromi (al-jam’u) antar pendapat bila dimungkinkan, sejauh tidak kontradiktif (ta’arud) dari berbagai aspek termasuk kesepadanan kualitas sand.

  F.      Sistematika penulisannya
Sistematika penafsiran al-Thabari mengikuti tartib Mushafi. Dalam sistematika ini, sang mufassir menguraikan penafsirannya berdasarkan urutan ayat dan surah didalam mushaf (Ustmani). Sekalipun demikian, pada beberapa baian tertentu, ia juga menggunakan pendekatan yang semi tematis. Pendekatan ini terlihat ketika menguraikan penafsiran suatu ayat dengan memberikan seumlah ayat-ayat lian yang behubungan sebagai penguat penafsirannya. Namun secara umum ia tidak keluar dari sistemati mushafi.
       Penafsiran at-Thabari yang paling dahulu adalah pemaparan ayat-ayat yang akan ditafsirkan dengan mengemukakan berbagai pendapat yang ada tentang takwil (tafsir) firman Allah. Ayat awal generasi Islam; para sahabat dan tabi’in, lengkap dengan sanadnya hingga sampai kepada Nabi SAW. Langkah selanjutnya adalah analiss terhadap ayat dengan nalar kritisnya yang ditopang oleh perangkat-perangkat penting lainnya, yang telah dikemukakan di awal pembicaraan, linguistik. Atas dasar pemaparan terdahulu, ia memproses secara positif dan mengambil sikap untuk menetapkan satu pandangan yang paling tepat dan kuat.

           [1] Manna khalil al-Qatan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera, 2006), hlm. 526
           [2] Manna khalil al-Qatan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera, 2006), hlm. 526
           [3] Manna khalil al-Qatan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera, 2006), hlm. 526
           [4] Manna khalil al-Qatan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera, 2006), hlm. 526

No comments:

Post a Comment