A.
Riwayat Hidup Imam at-Thabari
Nama lengkapnya
Muammad bin Jarir bin Yazid bin Khalid bin Kasir Abu Ja’par at-Thabariat-Thabari,
berasal dari Amol, ahir dan wafat di Bagdad. Diahirkan pada 224 H. dan wafat
pada 310 H. Ia adalah se’orang ulama yang sulit dicari bandingannya, banyak
meriwayatkan hadis, luas pengetahuannya dalam bidang penukian dan pen-tarjih-han
(penyeleksian untuk memilih yang kuat) riwayat-riwayat, serta mempunyai pengetahuan
luas dalam bidang sejarah para tokoh dan berita umat terdahulu.[1]
Ibnu Jarir
at-Thabari dipandang sebagai salah seorang tokoh terkemuka yang menguasai benar
berbagai disiplin ilmudan telah meninggalkan warisan keislaman cukup besar yang
senantiasa mendapat sambutan baik disetiap masa dan geerasi. Ia ia mendapatkan
popularitas luas melalui dua buah karyanya. Tarikhul Umam wal muluk tentang sejarah dan Jami’ul Bayan fi Tafsiril
Qur’an tentang tafsir. Kedua buku tersebut termasuk di antara sekian banyak
rujukan ilmiah paling penting. Bahkan buku tafsirnya merupakan rujukan utama
bagi para mufasir yang menaruh perhatian terhadap tafsir bil-ma’sur.[2]
Tafsir Ibnu Jarir
ini terdiiri atas tiga puluh jilid, masing-masing berukuran yang tebal. Pada
mulanya tafsir Ini penah hilang, namun Allah menakdirkannya muncul kembali
ketika didapatkan satu naskah manuskrip tersimpan dalam penguasaan seorang amir
yang telah mngundurkan diri, Amir Hamud bin ‘Abdur Rasyid, salah seorang
penguasa Nejd. Tidak lama kemudian kitab tersebut diterbitkan dan beredar luas
sampai ditangan kita, menjadi sebuah ensiklopedi yang kaya tentang tasir
bil-ma’sur.[3]
B.
Karya-karyanya
At-Thabari mengarang kitab cukup banyak, antara lain:
1.
Jami’ul Bayan fi Tafsiril Qur’an,
2.
Tharikhul Umam wal Muluk wa Akhbaruhum,
3.
Al-Adabul Hamidah wa Akhlaqun Nafisah,
4.
Tarikhur Rijal,
5.
Ikhtilaful fuqaha,
6.
Tahzibul asar,
7.
Kitabul Basit fil Fiqh,
8.
Al-Jami’ fil Qira’at dan
9.
Kitabut Tafsir fil Usul.
C.
Sejarah Penulisannya
Semasa hidup at-Tabari, akhir abad ke-9 hinga abad pertengahan abad
ke-10 M, kaum muslimin dihadapkan pada pluralitas etnis, relijius, ilmu
pengetahuan, pemikiran keagamaan, dan heterogenitas kebudayaan dan peradaban.
Di bidang keilmuan, tafsir telah menjadi disiplin ilmu keislaman tersendiri,
setelah beberapa saat merupakan bagian inheren studi al-hadist. Tafsir telah
mengalami perkembangan secara metodologis dan subtansial. Kemunculan aliran
tafsir bi al-ma’sur dan bi al-ra’yi turut memberikan warna bagi
pemikiran muslim.
At- Thabari ada pada saat hilangnya
salah satu aliran rasional ke agaman Mu’tazilah setelah era al-Mutawakkil, dan
munculnya aliran tradisional Asy’ariah yang belakangan disebut Sunni, belum
lagi sekte-sekte yang lain turut menyemaratkan bursa pemikiran di panggung
sejarah umat Islam.
Kompleksitas yang dilihat dan
dialami oleh at-Thabari di negeri sendiri, menggugah sensitivitas keilmuannya
khusus di bidang pemikiran islam dengan jalan melakukan respons dan dialog
ilmiah dengan lewat karya tulis.
Pada akhir pergulatan pemikirannya,
yang lebih dikenal luas sebagai seorang sunni ketimbang seorang
rafidi-extrememis Ali yang pernah hangat direbutkan oleh para ulama sezamannya
ketika memuncakkan aliran-aliran teologi. Bukti-bukti bahwa dia seorang sunni
terlihat dalam karya-karya nya di bidang sejarang dan tafair. Kitab-kitab
tafsir ini di tulis oleh al-Thabari pada paruh abad ke 3 H, dan sempat
disosialisasikan di depan para murid-muridnya selama kurang lebih 8 tahun,
sekitar 282 hingga 290 H.
Kitab tafsir karya al-Thabari,
memiliki nama ganda yang dapat dijumpai di berbagai perpustakaaan; pertama,
Jami Al-Bayan an Ta’wil ay Al-Qur’an (Beirut: Dar Al-Fiqr, 1995 dan 1998), dan
kedua bernama Jami Al-Bayan Fii Tafsir Al-Qur’an ( Beirut: Dar Al-Kutub
Al-Ilmiyah, 1992) terdiri dari 30 juz atau jilid besar. At-Thabari mencoba
mengalaborasi terma ta’wil dan tafsir menjadi sebuah kontruksi pemahaman yang
utuh dan holistic. Baginya kedua istilah itu aalah mutarradif (sinonim).
Keduanya merupakan piranti intelektual untuk memahami kitab suci AL-Qur’an yang
pada umumnya tidak cukup hanya di analisis melalui kosakatanya, tetapi
memerlukan peran aktif logika dan aspek-asppek penting lainnya, seperti
munasabah ayat dan atau surat, tema (ma’udu), asbab an-nuzul dan sebagainyya.
Ada awalnya kitab ini pernah
menghilang, tidak jelas keberadaannya; ternyata tafsir ini dapat muncul kembali
berupa menuskrip yang tersimpan di maktabah (kolektif pustaka pribadi) seorang
amir (pejabat) najid, hammad ibn amir abd rasyid. Goldziher berpandangan bahwa
nasskah tersebut dikemukakan lantaran terjadi kebangkitan kembali percetakan pada
mula abad 20-an. Menurut al-Subki, bentuk tafsir yang sekarang ini adalah
khulasah (resume) dari kitab oriisinalnya .
D.
Karakteristik Penulisannya
Tafsir Jami’ul
bayan fi tafsiril qur’an karangan Ibnu Jarir at-Thabari ini merupakan
sebuah tafsir yang bernilai tinggi yang sangat diperlukan setiap orang yang
mempelajari tafsir. As-Syuyuti menjelaskan, “kitab tafsir Muhammad bin Jarir
at-Thabari adalah afsir yang paling besar dan luas. Didalamnya ia mengemukakan
berbagai pendapat dan mempertimbangkan mana yang paling kuat, serta membahas i’rab
dan isntinbat. Karena itulah ia melebihi tafisr-tafsir karya para
pendahulu. “ Imam Nawawi berkata, “Umat telah sepakat bahwa belum pernah
disusun sebuah tafsir pun yang sama seperti tafsir at-Thabari.[4]
Tafsir at-Thabari
adalah kitab tafsir yang paling tua ang sampai kepada kita secara sempurna.
Sementara tafir-tafsir yang pernah ditulis oleh orang sebelumnya tidak ada yang
sampai kepada kita kecuali hanya sedikit sekali. Itupun tersedia di celah-celah
kitab at-Thabari tersebut.
E.
Metode penulisannya
Metode yang diikuti Ibnu Jarir dalam
kitab tabsirnya ialah, apabila hendak menafsirkan suatu ayat Qur’an ia berkata:
“pendapat mengenai ta’wil (tafsir) firman Allah adalah begini dan begitu.”
Kemudian ia menafsirkan ayat tersebut dengan mendasarkan pada pendapat para
sahabat dan tabi’in yang diriwayatkan dengan sanad yang lengkap, yakni tafsir
bil-ma’sur berasal darri mereka.
Langkah metodologi tafsir at-Thabari
dapat di sederahanakan sebagai berikut:
1.
Menempuh jalan tafsir atau takwil.
2. Melakukan penafsiran ayat dengan ayat (munasabah) sebagai
aplikasi norma tematis “al-Qu’an yufassiru ba’duhu ba’d”
3.
Manafsirkan al-Qur’an dengan as-sunnah/al-hadits (bi al-mas’ur)
4.
Bersandar pada analisis bahasa (lughah) bagi kata yang riwayatnya
diperselisihkan
5.
Mengeksplorasi syair dan menggali prosa arab (lama) ketika
menjelaskan makna kosakata dan kalimat.
6.
Memperhatikan aspek I’rab dengan proses pemikiran analogis untuk di
tashih dan tarjih
7.
Pemaparan ragam qiraat dalam rangka megungkap (al-kasyf) makna
ayat
8.
Membeberkan perdebatan di bidang fiqh dan teori hukum islam (‘usul
fiqh) untuk kepentingan analisis dan istinbat hukum
9.
Mencermati korelasi (munasabah) ayat sebelum dan
sesudahnya, meski dalam kadar yang relativ e kecil
10.Melakukan sinkronisasi antar makna ayat untuk memperoleh kejelasan
dalam rangka untuk mernangkap makna secara utuh
11.Melakukan kompromi (al-jam’u) antar pendapat bila
dimungkinkan, sejauh tidak kontradiktif (ta’arud) dari berbagai aspek
termasuk kesepadanan kualitas sand.
F.
Sistematika penulisannya
Sistematika penafsiran al-Thabari
mengikuti tartib Mushafi. Dalam sistematika ini, sang mufassir
menguraikan penafsirannya berdasarkan urutan ayat dan surah didalam mushaf (Ustmani).
Sekalipun demikian, pada beberapa baian tertentu, ia juga menggunakan
pendekatan yang semi tematis. Pendekatan ini terlihat ketika menguraikan
penafsiran suatu ayat dengan memberikan seumlah ayat-ayat lian yang behubungan
sebagai penguat penafsirannya. Namun secara umum ia tidak keluar dari sistemati
mushafi.
Penafsiran at-Thabari yang paling
dahulu adalah pemaparan ayat-ayat yang akan ditafsirkan dengan mengemukakan
berbagai pendapat yang ada tentang takwil (tafsir) firman Allah. Ayat awal
generasi Islam; para sahabat dan tabi’in, lengkap dengan sanadnya hingga sampai
kepada Nabi SAW. Langkah selanjutnya adalah analiss terhadap ayat dengan nalar
kritisnya yang ditopang oleh perangkat-perangkat penting lainnya, yang telah
dikemukakan di awal pembicaraan, linguistik. Atas dasar pemaparan terdahulu, ia
memproses secara positif dan mengambil sikap untuk menetapkan satu pandangan
yang paling tepat dan kuat.
No comments:
Post a Comment