Thursday, December 5, 2019


RESENSI BUKU HUKUM
Oleh: Rikho Afriyandi

Judul               : Metodologi Penelitian Hukum
                          Progresif: Pengembaraan
  Permasalahan Penelitian Hukum
  Aplikasi Mudah Membuat
  Proposal Penelitian Hukum
Penyusun         : Dr. Sabian Utsman, Drs., S.H.,
  M.Si.
Penerbit           : Pustaka Pelajar
Tahun Terbit    : 2014 (cet. 1)
Tempat Terbit  : Yogyakarta
Halaman          : x + 129 Halaman.


            Buku yang ada dihadapan anda ini adalah buku yang lahir atas permintaan para penstudi ilmu hukum, baik dalam kajian normatif maupun kajian socio-legal. Setidaknya, itulah yang terpampang dengan jelas ketika awal membuka buku tersebut pada bagian pengantar.
            Buku ini merupakan hasil dari kumpulan-kumpulan sebagian materi perkuliahan Metodologi Penelitian Hukum yang diampu oleh penulis buku ini, yakni Sabian Utsman. Memang bukan suatu hal yang baru, ketika melihat beberapa penulis mengumpulkan materi yang pernah disampaikan, kemudian dijadikan satu dan menjadi buku. Hal yang sama juga banyak dilakukan oleh penulis-penulis yang lain.
            Secara keseluruhan dalam buku ini, didalamnya terdiri dari dua bagian pembahasan, yaitu pada bagian pertama membahas mengenai “permasalahan penelitian hukum.” Pada bagian kedua membahas tentang “aplikasi mudah pembuatan proposal penelitian hukum.”
            Bagian pertama buku ini, penulis menjelaskan mengenai definisi dari hukum dalam kajian normatif dan dalam kajian socio-legal. Kemudian penulis memberikan gambaran perbedaan antara keduanya, selanjutnya beliau memberi arahan bahwa penelitian hukum harus sesuai dengan jenis atau tipenya masing-masing, sehingga tingkat akurasi hasil dari penelitian itu menjadi fungsional. Tipe-tipe tersebut adalah pertama, tipe kajian sosiologi hukum, yang menkaji law as it is in society. Kedua, tipe kajian sosiologi dan atau antropologi hukum yang mengkaji law as it is in (human) actions. Ketiga, tipe kajian filsafat hukum. Keempat, tipe kajian ajaran hukum murni yang mengkaji law as it is in written in the books. Kelima, tipe kajian American sociological jurisprudence yang mengkaji law as it is decided by judges through judical processes. Lihat hal. 1-5.
            Selanjutnya, penulis dalam bukunya menghubungkan kajian hukum tersebut dengan kajian dasar filsafat. Di mana beliau menjelaskan bagian daripada ontologi, epistemologi, dan aksiologi dalam kajian hukum. Di samping beliau memberikan pemahaman yang mudah dengan gaya bahasa yang “akrab” pada per-bagian dari kajian filsafat tersebut, beliau juga di akhir bagian menambahkan tabel-tabel dan contoh permasalahan untuk memudahkan para pembaca untuk memahami pemikiran yang beliau tuangkan dalam tulisan. Lihat hal. 6-21.
            Bagian kedua buku ini, penulis membaginya kepada tujuh sub-bahasan, selain daripada pembahasan mengenai pengantar dan penelitian hukum sebagai aktivitas ilmiah, yaitu membuat judul dan sub judul, membuat latar belakang masalah, membuat rumusan masalah dalam penelitian, cara membuat tujuan penelitian, membuat kegunaan penelitian, membuat kerangka teori dan kajian pustaka, dan cara membuat metode penelitian hukum.
             Penjelasan terhadap sub-bahasan tersebut, penulis menggunakan teknik penjelasan yang singkat kemudian langsung beliau berikan contoh yang jelas, yang memudahkan pembaca memahami penjelasannya. Lihat hal. 33-34. Di samping itu secara keseluruhan ketika membahas mengenai sub-bahasan ini penulis menggunakan cara menjelaskan dengan singkat, kemudian mengungkapkan poin-poin yang perlu diperhatikan (seperti poin dalam pembuatan latar belakang masalah. Lihat hal. 35) jika ada, kemudian memberikan contoh daripada apa-apa yang telah beliau jelaskan sebelumnya (pemberian penjelasan singkat dan mengungkapkan poin-poin). Selain daripada contoh tersebut, beliau juga menggambarkan sebuah diagram untuk sangat lebih memudahkan pembaca memahami apa yang beliau tulis dengan cepat dan efektif.
            Buku ini saya kira sangat cocok hanya bagi kalangan para akademisi, atau para mahasiswa dan lain sebagainya. Buku ini tidak cocok bagi masyarakat umum. Hal ini disebabkan penggunaan bahasa dalam buku ini tidak menggunakan bahasa populer yang mudah dipahami masyarakat, melainkan menggunakan bahasa-bahasa ilmiah, ditambah lagi dengan penggunaan bahasa asing (Inggris).
            Kelebihan daripada buku ini adalah pembahasannya yang singkat atau sedikit namun begitu padat berisi pengetahuan. Juga terdapat penggunaan penebalan huruf sebagai penekanan terhadap apa yang perlu dipahami dari penjelasan tersebut. Kemudian adalah ke-konsisten-an penulis dalam penggunaan kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Selain itu, terdapat daftar rujukan di akhir pembahasan, per bagian. Terakhir, kekayaan dalam mencantumkan pendapat para tokoh-tokoh.
            Terntunya, di samping ada kelebihan pasti ada kekurangan. Adapun kekurangan dalam buku ini adalah seperti lumrahnya kesalahan dalam banyak penulisan, yakni masih terdapat kata-kata typo, baik itu salah ketik seperti di halaman v, penulisan kata “hakekat” tertulis menjadi “kakekat”. Pada daftar isi juga demikian, penulisan kata “masalah” tertulis menjadi maslah”. Selain itu penggunaan kata “di” yang kurang tepat. Misalnya di halaman 1, penggunaan “di” yang seharusnya “dilihat” tertulis “di lihat”, dan seterusnya.


Monday, March 4, 2019

Kaidah Ketentuan Memahami Ayat Berdasarkan Makna Redaksi yang Umum, bukan Makna Khusus yang Menjadi Sebab Turunnya Ayat dan Kaidah Memerintahkan Sesuatu berarti Melarang Kebalikannya



A.    Ketentuan Memahami Ayat Berdasarkan Makna Redaksi yang Umum, Bukan Makna Khusus yang Menjadi Sebab Turunnya Ayat
العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب
            Ketentuan memahami ayat berdasarkan makna redaksi yang umum, bukan makna khusus yang menjadi sebab turunnya ayat.[1]
            Apabila ditemukan ayat-ayat Al-Quran yang konteks pembicaraannya bersifat khusus terhadap kasus tertentu dan berkaitan dengan suatu hukum, maka ketentuan itu tidak terbatas pada kasus itu saja, tetapi berlaku secara umum. Ini ditujukan kepada setiap kasus yang mempunyai persamaan dengan kasus khusus tersebut.[2]
            Dalam memahami kaidah di atas, yang perlu diingat ialah asbab an-nuzul pada hakikatnya hanyalah satu alat bantu berupa contoh untuk menjelaskan makna redaksi-redaksi ayat Al-Quran, sedangkan cakupannya tidak terbatas pada ruang lingkup sebab turunnya suatu ayat. Karena itu, ungkapan di dalam kitab-kitab tafsir berbunyi, ayat ini turun tentang peristiwa begini atau begitu. Misalnya menjelaskan bahwa peristiwa tersebut termasuk salah satu pengertian ayat yang dimaksud, tetapi dalam pada itu, ayat tersebut juga mencakup sejumlah makna yang dikandungnya. Dengan kata lain makna ayat tersebut tidak dikhususkan hanya kepada pengertian yang terkait dengan peristiwa turunnya ayat.[3]
            Umat baru dapat membuktikan pernyataan Al-Quran diturunkan untuk menjadi petunjuk bagi setiap generasi sampai hari kiamat, di dalam setiap tempat dan situasi, apabila memahami Al-Quran sebagaimana diuraikan di atas.[4]
Contoh-contoh: 
Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), Padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang benar. (Q.S. An-Nuur ayat 6)
            Ayat ini turun berkaitan dengan tuduhan yang dijatuhkan Hilal bin Umayyah terhadap istrinya. Akan tetapi, sebagaimana terlihat, bunyi ayat ini bersifat umum. Ketentuan hukumnya bukan saja berlaku pada Hilal tetapi juga berlaku kepada semua orang yang menuduh istrinya berbuat zina, saksi-saksi lain tidak ada kecuali si suami sendiri.[5]  
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah ayat 184)
            Ayat ini turun berkaitan dengan Qais bin as-Sa-ib yang memaksakan diri bershaum, padahal ia sudah tua sekali. Dengan turunnya ayat ini, ia berbuka dan membayar fidyah dengan memberi makan seorang miskin selama ia tidak bershaum itu.[6] Bunyi ayat ini sama halnya dengan bunyi ayat yang di atas, yakni bersifat umum. Ketentuan hukumnya tidak berlaku pada Qais saja, melainkan semua orang yang memiliki kasus seperti itu. 
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (Q.S. Al-Baqarah ayat 221)
            Ayat ini berkaitan dengan permohonan Ibnu Abi Murtsid al-Ghanawi yang meminta izin kepada Nabi untuk menikah dengan seorang wanita musyrik yang cantik dan terpandang.[7] Bunyi ayat ini sama halnya dengan bunyi ayat yang di atas, yakni bersifat umum. Ketentuan hukumnya tidak berlaku pada Ibnu Abi Murtsid al-Ghanawi saja, melainkan semua orang yang memiliki kasus seperti itu.

B.     Memerintahkan Sesuatu berarti Melarang Kebalikannya
الأمرباالشيئ يستزم النهى عن ضده
            Memerintahkan sesuatu berarti melarang kebalikannya.[8]
            Apabila menemukan ayat-ayat Al-Quran yang berisi perintah melakukan suatu perbuatan, berarti ayat tersebut sekaligus melarang sesuatu yang sebaliknya. Jika suatu syat mengandung larangan terhadap suatu perbuatan, berarti ayat tersebut pun memerintahkan melakukan hal yang sebaliknya.
            Contoh-contoh:

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. (An-Nisaa ayat 58)  

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. An-Nisaa ayat 59)

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Q.S. Al-Baqarah ayat 183)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-Maidah ayat 51)

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Maidah ayat 3)
           
Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. (Q.S. Al-Isra ayat 32)
                Semua contoh di atas ialah contoh-contoh daripada perintah Allah dan contoh-contoh daripada larangan-Nya.



[1] Abd. Rahman Dahlan, Kaidah-Kaidah Tafsir, Jakarta: Amzah, 2010, 79
[2] Ibid.
[3] Ibid., 79-80
[4] Ibid. 80
[5] Ibid.
[6] Q. Shaleh, A.A. Dahlan dkk., Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-Quran, Bandung, Penerbit Diponegoro, 2000, 50
[7] Ibid., 73
[8] Abd. Rahman Dahlan, Kaidah-Kaidah Penafsiran Al-Quran: Disusun Berdasarkan Al-Qawaid Al-Hisan Li Tafsir Al-Qur’an Karya Al-Sa’di, Bandung: Mizan, 1998, 10

Tafsir Ayat Sains tentang Angin


A.    Pengertian
Angin yaitu udara yang bergerak yang diakibatkan oleh rotasi bumi dan juga karena adanya perbedaan tekanan udara(tekanan tinggi ke tekanan rendah) di sekitarnya. Angin merupakan udara yang bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah atau dari suhu udara yang rendah kesuhu udara yang tinggi.[1]
Angin adalah sejumlah udara yang bergerak dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan rendah yang disebabkan oleh perbedaan suhu, sinar matahari yang tidak merata, serta perbedaan sifat panas dari permukaan daratan dan lautan. Angin memiliki variasi dalam arah, kecepatan, kekuatan dan pengaruhnya.[2]
Kata reeh atau riyah (angin) disebut 14 kali dalam 14 bab pada Al-Quran. Beberapa darinya mengabarkan angin menjadi rahmat untuk manusia dan pembawa kabar gembira, yakni berupa hujan yang menghidupkan bumi dan mendukung pertumbuhan makhluk hidup. Namun, beberapa dikirim untuk menghancurkan orang-orang yang sombong dan menentang Allah kemudian memusnahkan mereka.[3]
Angin adalah salah satu tanda kekuasaan Allah. Sepantasnya seorang mukmin mengambil pelajaran dengan keberadaan angin. Dengan angin, seorang hamba mengetahui betapa agungnya Allah, zat yang mengatur angin. Dalam angin terdapat pelajaran dan nasihat yang sangat berharga serta tanda kekuasaan yang menunjukkan keagungan dan kesempurnaan sang pencipta.[4]
Diaturnya angin oleh Allah adalah sebuah nikmat yang sangat besar bagi manusia. Seandainya angin itu tidak diatur oleh Allah tentu tidak akan ada kehidupan bagi manusia. Dunia hewan dan tumbuh-tumbuhan pun akan kacau balau. Makanan akan rusak dan busuklah seluruh penjuru bumi.[5]

B.     Surah Al-Hijr Ayat 22
22. Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (awan, tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.
1.      Penjelasan Mufrodat
Kata (لواقح) lawaaqih adalah bentuk jamak dari kata (لاقح) laaqih yaitu unutk betina yang menampung (لقاح) liqaah. Kata liqaah berarti air/sperma atau benih kelahiran anak yang dikandung jantan, baik binatang, tumbuhan, atau manusia. Ini mengantar betina yang menampungnya melahirkan anak. Boleh jadi, juga kata (لواقح) lawaaqih merupakan bentuk jamak dari kata (ملقح) mulqih, yakni jantan yang membuahi betina.[6]
2.      Tafsir Ayat
Menurut Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam kitab tafsirnya, dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan, angin mengawinkan mendung, lalu mendung menurunkan air dengan deras dan angin mengawinkan pohon, lalu daun dan kelopak bunga terbuka. Angin bagaikan pejantan bagi mendung dan pohon. Dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kalian dengan air itu, Kami turunkan dari mendung air yang tawar dan Kami menjadikannya sebagai minuman kalian dan minuman bumi serta ternak kalian. Dan sekali-kali bukanlah kalian yang menyimpannya, kalian tidak mampu menyimpannya, Kami-lah yang mampu menyimpannya untuk kalian dalam mata air, sumur dan sungai. Seandainya Kami mau, tentu Kami menjadikannya meresap ke dalam bumi, sehingga kalian hancur karena dahaga.[7]
Menurut Prof. Quraish Shihab, ayat ini menyatakan bahwa Allah SWT meniupkan angin untuk mengawinkan butir-butir awan, maka dari hasil perkawinan itu, Allah SWT menurunkan hujan, dengan demikian manusia dapat minum. Sekali-kali bukanlah manusia yang menjadi penyimpan-penyimpannya, yakni kekuasaan menciptakan air hujan, mengelola turunnya serta kadar air yang turun bukanlah berada dalam wewenang manusia. Kekuasaan Allah yang disebut di atas membuktikan bahwa Allah benar-benar yang menghidupkan makhluk dan mematikan mereka, dan Allah juga yang mewarisi segala apa yang ditinggalkan oleh makhluk-makhluk yang pernah hidup.[8]
Menurut Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan As-Suyuthi,  dan Kami telah meniupkan angin untuk mengumpulkan awan, menggiring mendung sehingga terkumpul lalu penuh dengan air, lalu Kami turunkan dari langit, dari mendung itu, air, air hujan, kemudian Kami beri minum kalian dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kalian yang menyimpannya, artinya, bukanlah kalian yang menyimpannya dengan upaya tangan kalian.[9]
C.    Surah Al-Furqan Ayat 48 
48. Dia lah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih.
1.      Tafsir Ayat
Menurut Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam kitab tafsirnya, Dia lah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan), Allah melepaskan angin untuk memberi kabar gembira yaitu turunnya hujan, dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih, Kami turunkan air yang suci mensucikan untuk kalian minum dan kalian gunakan bersuci dari awan yang dikumpulkan oleh angin.[10]
Menurut Imam Asy-Syaukani, dan Kami turunkan dari air langit yang amat bersih, maksudnya adalah dapat digunakan untuk bersuci, sebagaimana wadhu, sebagai sebutan untuk air yang digunakan untuk wudhu.[11]
Menurut Prof. Quraish Shihab, Dia, yakni Tuhanmulah, yang mengirim angin, guna menggiring awan, sebagai pembawa kabar gembira sebelum, kedatangan, rahmat-Nya, yakni sebelum turunnya hujan, dan Kami turunkan dari langit, yakni dari udara, air yang sangat suci, yakni amat bersih dan dapat digunakan untuk menyucikan.[12]
Menurut Prof. Quraish Shihab, ayat ini  menyatakan bahwa hanya Dia, bukan selain-Nya, yang mengirim angin, guna menggiring awan sebagai pembawa kabar gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya, yakni sebelum datangnya hujan. Dan sambil menunjuk diri-Nya dengan kata Kami, ayat ini melanjutkan bahwa, Kami turunkan dari langit, yakni dari udara, air yang amat sangat bersih dan dapat digunakan untuk menyucikan diri.[13]
D.    Pokok Kandungan Ayat (Angin ditinjau menurut Sains modern)
Para ilmuan memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang angin dalam kehidupan alam semesta. Dan pendapat tersebut antara lain:
Pertama, J. Yannev Ewusie menyatakan beberapa peran dan manfaat angin khususnya dalam ekologi tropik. Menurut J. Yannev Ewusie komunitas tropika yang berpengaruh terhadap struktur dan species komunitas tropika itu sendiri. Misalnya angin kering yang berada dibeberapa bagian daerah tropika dan salah satunya yaitu wilayah afrika barat.[14]
J. Yannev Ewusie juga berpendapat bahwa kekayaan akan species pada beberapa bagian habitat mungkin disebabkan arah tiupan angin atau arah arus air.
Kedua, Ir. Usman dan Ir.Warkoyo menyatakan bahwa angin merupakan gerak massa udara relative terhadap permukaan bumi pada arah horizontal dari daerah bertekanan udara tinggi kedaerah bertekanan udara rendah. Menurut Sanjaya  dalam kondisi tertentu angin tidak memberikan akibat langsung pada pertumbuhan dan perkembangan serangga. Baru pada kondisi angin yang kencang dapat berpengaruh pada proses penguapan dan keadaan kelembaban udara secara tidak langsung memberi akibat keseimbangan suhu tubuh maupun kadar air tubuh serangga. Pengaruh angin yang paling penting adalah mempengaruhi pemencaran dan aktivitas serangga, terutama serangga yang bertubuh kecil seperti kutu daun.[15]
Pendapat Drs. Sumarito,Dipl.Ed dan Dra. Yundaru Nurantini Dua ilmuan ini berpendapat bahwa angin merupakan salah satu factor perantara dalam reproduksi generatif pada tumbuhan. Proses reproduksi generatif pada tumbuhan dengan angin sebagai perantaranya disebut sebagai persarian Anemogami. Disamping itu juga angin mempengaruhi proses transpirasi pada tumbuhan, proses ini dapat melalui kutikula daun, sub stomata, dan inti sel pada batang.[16]
Deskripsi Aritoteles tentang awan dan hujan yang dipengaruhi oleh angin Aritoteles dengan buku ketiganya yang berjudul Meteorological Obsevation telah mendeskripsikan lapisan udara bahwa ia adalah kawasan bersama api, udara dan matahari adalah factor pokok dan pertama bagi terjadinya awan, karena proses penguapan (Veperization) dan pengembunan (kondensasi)merupakan akibat dari dekat atau jauhnya matahari dari bumi, inilah yang menyebabkan terjadinya awan. Lebih lanjut Aritoteles menerangkan proses turunnya hujan. Hujan disebabkan perginya udara panas dari udara yang naik ketempat yang lebih tinggi, maka menjadi dinginlah uap air. Karena panasnya sudah pergi dan panasnya menjadi dingin maka meneballah uap air kemudian menjadi air yang jatuh diatas permukaan bumi, dan proses tersebut berputar mengikuti perjalanan matahari, ketika matahari berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain (dari utara ke selatan menurut garis edarnya), maka kadar basah (wetness) udara bertambah atau berkurang dan titik air tersebut besar, maka dinamakan hujan.[17]
Angin memiliki peran yang penting dalam proses transfer serbuk sari pada tumbuhan yang tidak memiliki wangi, nektar, atau mahkota berwarna-warni yang menarik serangga. Angin akan membantu menyebarkan serbuk sari ke tampat-tempat yang jauh. Contohnya, serbuk sari dari pohon yang secara alami dilengkapi kantong udara dapat ditransfer sejauh 800 km (meskipun butir polern tersebut dapat kehilangan viabilitasnya) sebelum mencapai struktur betina tumbuhan dan menyempurnakan penyerbukan angin adalah pinus, jelatang, poplar, dan hazelnut.[18]
New British Encyclopedia menyebutkan bahwa bunga-bunga pada tanaman yang diserbuki dengan angin memiliki posisi yang tinggi pada tanaman tersebut. ia juga dapat bergerak dengan muda saat tertiup angin, sehingga serbuk sarinya dapat tersebar. Atau, kantong serbuk sarinya dapat pecah saat terkena sinar matahari sehingga serbuk sarinya tersebar ke udara.[19]
Dari pandangan di atas menurut hemat penulis, sementara ini sesuai dengan apa yang ada dalam Al-Quran terkait dengan adanya proses pengawinan tumbuhan melalui angin.
Ayat-ayat Al-Quran tersebut juga secara rinci menjelaskan mengenal pembentukan awan tertentu sehingga hujan dapat terjadi. Dalam ayat ini ditekankan bahwa fase pertama dalam pembentukan hujan adalah angin. Pada waktu-waktu sebelumnya hingga awal abad ke-20, satu-satunya hubungan yang diketahui antara angin dan hujan, yaitu angin yang menggerakkan awan. Namun, peran mengawinkan dari angin dalam pembentukan hujan kini telah ditunjukan oleh penemuan ilmu meteorologi modern.[20]
Gelembung udara yang sangat banyak jumlahnya terbentuk akibat pembentukan buih di atas permukaan laut dan samudera. Ribuan partikel kecil kemudian terlempar ke udara ketika gelembung-gelembung ini pecah. Partikel-pertikel kecil ini dikenal sebagai aerosol. Aerosol ini kemudian bercampur dengan debu daratan yang terbawa oleh angin dan terbawa ke lapisan atas atmosfer. Kemudian angin membawa partikel-pertikel ini lebih tinggi dan bertemu dengan uap air di sana. Uap air kemudian mengembun di sekitar partikel-partikel ini dan berubah menjadi butiran-butiran air. Butiran-butiran air ini mula-mula berkumpul membentuk awan, kemudian jatuh ke bumi dalam bentuk hujan.[21]
Kita dapat melihat dari penjabaran di atas bahwa angin mengawinkan uap air yang melayang di udara dengan partikel-partikel yang di bawanya dari laut yang disebut aerosol. Akhirnya angin yang membawa aerosol membantu pembentukan awan hujan. Apabila angin tidak memiliki sifat ini, butiran-butiran air di atmosfer bagian atas tidak akan pernah terbentuk dan hujan pun tidak akan pernah terjadi.[22]
Dari pandangan di atas menurut hemat penulis, sementara ini sesuai dengan apa yang ada dalam Al-Quran terkait dengan adanya proses pengawinan awan melalui angin yang menimbulkan terjadinya hujan. Dan ini dalam kajian surah Al-Furqan ayat 48 dinyatakan sebagai sebuah kabar gembira, yakni dengan diturunkannya hujan melalui proses perkawinan angin yang membentuk awan hujan.
E.     Hadits Terkait dan Pendapat Para Mufassir
Imam Syafi’i mengatakan “Orang yang tidak aku sangsikan pernah menyampaikan hadits kepadaku, katanya, Shafwan bin Sulaim pernah memberi tahu kami, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Jangan mencaci angin dan berlindunglah kepada Allah dari keburukannya.[23]
Imam Syafi’i berkata, “Tidak sepantasnya seseorang mencaci angin, karena angin merupakan makhluk Allah yang taat sekaligus sebagai salah satu bala tentara-Nya yang bisa Dia jadikan sebagai Rahmat atau petaka, kapan saja Dia kehendaki.[24]
Orang yang terpercaya pernah menyampaikan hadits kepada kami, dari Az-Zuhri, dari Tsabit bin Qais, dari Abu Hurairah dia bercerita, “Di jalan menuju Mekah, angin pernah menerpa orang-orang, sementara Umar sedang menunaikan haji. Lantas angin itu semakin bertambah kencang. Umar pun bertanya kepada orang-orang disekitarnya, “Apa yang diberitahukan kepada kalian tentang angin?” namun, mereka tidak menjawab apa-apa. Lalu aku diberitahu mengenai kejadian itu oleh orang yang ditanya oleh Umar perihal angin. Akupun mengacu kendaraan ku sampai akhirnya sampai akhirnya laku menjumpai Umar. Pada saat itu aku berada dibelakang orang-orang. Akupun berseru, “Wahai Amirul Mu’minin, aku diberitahu kalau engkau bertanya tentang angin, karena aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,
الرِّيْحُ مِنْ رُوْحِ اللهِ تَأْتِيْ بِاالرَّحْمَةِ وَتَأْتِيْ العَذَابَ, فَلَا تَسُبُّوْهَا وَاسْأَلُوْا الله مِنْ خَيْرِهَا وَعُوْذُوْابِااللهِ مِنْ شَرِّهَا
Artinya:
Angin itu termasuk salah satu Ruh Allah. Dia bisa datang dengan membawa Rahmat dan bisa juga membawa Azab. Oleh karena itu, janganlah kalian mencacinya, dan mohonlah kebaikannya kepada Allah, dan berlindunglah kepada Allah dari keburukannya.[25]

اللهُمَّ اجْعَلَهَا رَحْمَةً وَلاَ تَجْعَلْهَا عَذَابًا, اللهُمَّ اجْعَلْهَا رِيَاحًا وَلَا تَجْعَلْهَا رِيْحًا
Artinya:
Ya Allah, jadikanlah angin ini sebagai rahmat dan jangan jadikan ia sebagai azab. Ya Allah, jadikanlah angin ini sebagai angin yang menyejukkan dan jangan jadikan sebagai angin yang buruk.[26]
F.     Manfaat Angin
1.      Manfaat (udara) Angin
Angin mempunyai peran yang penting dalam proses terjadinya hujan. Al-Quran menyebutkan bahwa angin membawa awan dan mengumpulkannya secara bertindih-tindih. Dan apa yang disebutkan Al-Quran itu sesuai dengan ilmu pengetahuan. Berikut beberapa ayat Al-Quran yang menerangkan peranan angin terhadap terjadinya hujan.[27]
a.       Mengawinkan Tumbuhan
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya”(Al-Hijr:22).
Angin dapat membantu mengawinkan tumbuhan dengan cara penyerbukan. Misalnya pada tumbuhan bunga sepatu, bila ada angin maka benang sari akan terbang dan ada juga yang jatuh di kepala putik dan setelah itu terjadilah pembuahan dan terbentuklah bakal biji yang kemudian akan menjadi individu atau tumbuhan baru.[28]
  1. Menggerakkan Awan Sehingga Menjadi Hujan
Angin adalah salah satu penyebab dari hujan karena anginlah yang membawa awan kemudian awan-awan tersebut berkumpul dan terjadilah hujan.
Dalam beberapa ayat Al Qur’an disebutkan sifat angin yang mengawinkan dan terbentuknya hujan karenanya, yaitu :[29]
Al-Hijr:22
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya”(Al-Hijr:22).
Dalam ayat ini ditekankan bahwa fase pertama dalam pembentukan hujan adalah angin. Hingga awal abad ke 20, satu-satunya hubungan antara angin dan hujan yang diketahui hanyalah bahwa angin yang menggerakkan awan.[30]
Al-A’raaf 7 : 57
“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, Maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. seperti Itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran”.
 “Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daearah itu, Kami keluarkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan.”
                Artinya, Kami giring awan itu untuk menghidupkan tanah yang tandus, yang tidak ada tanaman ada tanaman dan pepohonannya, lalu Kami turunkan hujan di tempat itu, sehingga berbagai macam buah-buahan tumbuh di sana.[31]
“Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kalian mengambil pelajaran.”
            Artinya, sebagaimana Kami telah menghidupkan tanah yang mati dan tandus dengan air hujan, maka begitu pula Kami menghidupkan kembali orang yang sudah mati dari kuburnya. Kami keluarkan mereka menjadi hidup kembali sebagaimana tanaman yang tumbuh kembali. Hal ini dimaksudkan agar kalian mengingat kebesaran Allah dan kekuasaan-Nya. Lalu kalian mengesakan dan bersyukur kepada-Nya tas segala nikmat dan karunia-Nya.[32]
Di dalam Al-Qur’an banyak disebutkan perumpamaan tentang dihidupkannya orang mati,  dengan bumi yang kering dan gersang, yang menjadi subur dan hidup setelah terkena air hujan, sebagaimana firman-Nya.[33]
“Dan di antara tanda-tanda-Nya (ialah) bahwa kau Lihat bumi kering dan gersang, Maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan yang menghidupkannya, pastilah dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Fushshilat: 39).
“Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Ar-Rum: 50).
Kemudian rentenan ayat-ayat ini diakhiri dengan satu permisalan yang sangat apik tentang orang Mukmin dan kafir, yang keduanya dimisalkan dengan tanah yang subur, yang menumbuhkan tanaman yang rindang lagi menghijau, dan tanah tandus yang tidak memberi manfaat apa pun.[34]
Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.”(Al-A’raf:58)
Dengan kata lain, tanah yang baik dan subur akan ditumbuhi tanaman yang baik dan subur. Banyak manfaatnya dan juga ditanamami buah-buahan dengan seizin Allah SWT dan kemudahan yang diberikan-Nya. Sementara suatu daerah yang tanamannya buruk dan tandus, yang dipenuhi bebatuan yang licin, tidak akan menumbuhkan tanaman yang kecuali hanya sedikit dan tak ada artinya apa-apa serta sulit digarap. Karena itu merupakan tanh yang memang tidak layak ditanami.[35]
Yang demikian itu merupakan perumpamaan bagi orang Mukmin dan Kafir. Orang Mukmin seperti tanah yang subur, sedangkan orang kafir seperti tanah ynag tandus dan gersang. Yang keras tanahnya, tidak layak ditanami yang hanya sesuai dijadikan tempat persembunyian jenis serangga. Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata, “ Ini merupakan perumpamaan yang dibuat Allah bagi orang Mukmin dan kafir. Orang Mukmin adalah sosok yang bagus dan amalnya bagus. Seperti tanah yang bagus dan buah-buahannya pun bagus pula. Adapun orang kafir merupakan sosok yang buruk dan amalnya buruk pula, seperti tanah yang tandus, tidak memberi manfaat apa pun”.[36]
Al-Furqaan 25 : 48
“Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang Amat bersih,”
An Naml 27 : 63
“Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di dataran dan lautan dan siapa (pula)kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya)”.
Ar Ruum 30 : 46
“Dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya adalah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya dan (juga) supaya kamu dapat mencari karunia-Nya; mudah-mudahn kamu bersyukur”.
c.       Prasana Transportasi
“Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), Maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (mereka berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan Kami dari bahaya ini, pastilah Kami akan Termasuk orang-orang yang bersyukur".(QS.Yunus : 22).
Sudah sejak lama manusia memanfaatkan angin untuk membantu proses transportasi. Manusia mengenal perahu layar sebagai alat transportasi air yang mengandalkan aliran angin sebagai penggerak perahu yang tak bermesin itu. Selain itu pada penerbangan, arah angin sangat menentukan keselamatan penerbangan. Maka dari itu di setiap bandara selalu ada alat penentu arah dan kecepatan angin.[37]


[1] Yusuf Al-Hajj Ahmad, Mukjizat Ilmiah di Bumi dan Luar Angkasa, terj. Putri Ana Miranda, Noor Cholis, Solo: Aqwam, 2016, hlm. 101
[2] Ibid., hlm. 106
[3] Ibid.  
[4] Achmad Fachrur Rozi, Angin dalam Alquran: Studi atas Penafsiran Tantawi Jauhari dalam Kitab Al-Jawahir fi Tafsir Al-Quran Al-Karim, Skripsi Strata1: UIN Sunan Kalijaga, 2016, hlm. 6
[5] Ibid.
[6] Ali Mahmudi, Tafsir Ayat tentang Angin, http://maqalah2.blogspot.com/2015/02/tafsir-ayat-tentang-angin.html dikutip Rabu 26 April 2017 pukul 06: 45 WIB.
[7] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatut Tafasir; Tafsir-tafsit Pilihan, jil. 3, terj. Yasin, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011, hlm. 89
[8] M. Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-surah Al-Quran, jil. 2, Tangerang: Lentera Hati, hlm. 120-121
[9] Jalaluddin Al-Mahalliy dan Jalaluddin As-Suyuthi, Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbaabun Nuzul, jil. 2, terj. Bahrun Abu Bakar, Bandung: Sinar Baru, 1990, hlm. 1048
[10] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatut Tafasir... hlm. 684-685
[11] Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir, jil. 8, terj. Amir Hamzah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2011, hlm. 86
[12] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran, jil. 9, Jakarta: Lentera Hati, 2002, hlm. 104 
[13] M. Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna... hlm. 654
[14] Yuli, Angin dalam Al-Quran, http://yulilives.blogspot.co.id/2012/04/udara-angin-dalam-al-quran.html, dikutip Rabu, 22 Maret 2017, pukul 07:16 WIB
[15] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Ibid.
[18] Yusuf Al-Hajj Ahmad, Mukjizat Ilmiah... hlm. 103
[19] Ibid.
[20] Ramadhani, Albi K, dkk.,  Al-Qu’ran Vs Sains Modern menurut Dr. Zakir Naik Sesuai atau Tidak, Yogyakarta: Sketsa, 2014, hlm. 91
[21] Ibid.
[22] Ibid.
[23] Ahmad Musthafa Al-Farran, Tafsir Imam Syafi’i: Menyelami Kedalaman Kandungan Al-Quran, jil. 3, terj. Imam Ghazali Masykur, Jakarta: Almahira, 2007, hlm. 3
[24] Ibid.
[25] Ibid.
[26] Ibid., hlm. 2  
[27] Ramadhani, Albi K, dkk.,  Al-Qu’ran Vs Sains... hlm. 89
[28] Ibid.
[29] Ibid.
[30] Ibid.
[31] Ibid.
[32] Ibid.
[33] Ibid.
[34] Ibid.
[35] Yuli, Angin dalam Al-Quran, http://yulilives.blogspot.co.id/2012/04/udara-angin-dalam-al-quran.html, dikutip Rabu, 22 Maret 2017, pukul 07:16 WIB
[36] Ibid.
[37] Ibid.