Thursday, March 3, 2016

KETERLIBATAN ULAMA DALAM POLITIK, BOLEHKAH ???

Keterlibatan Ulama dalam politik boleh, dari sudut pandang fakta sejarah dan fakta ulama.
Dilihat dari fakta sejarah pada masa Rasulullah SAW, beliau ialah seorang nabi dan rasul, bahkan selain beliau menjadi nabi dan rasul, beliau juga menjadi salah seorang pemimpin yang terjun dalam dunia politik ketika pada waktu itu. (http://www.dakwatuna.com/2015/01/14/62540/belajarlah-memimpin-negara-seperti-nabi-muhammad-saw/)
Pada masa Khulafaur Rasyidin yakni, Abu Bakr As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Kita bisa melihat sosok mereka yang menjadi seorang ulama-ulama pada saat itu, dan bahkah mereka pun menjadi seorang pemimpin yang terjun dalam dunia politik. (http://wong-tiris.blogspot.co.id/2013/05/khulafaur-rasyidin-dan-perkembangan.html)
Pada masa sekarang ini di indonesia, kita telah mengenal seorang ulama-ulama, yakni, para wali sembilan atau yang biasa disebut Wali Songo dan banyak lagi yang lainnya. Mereka bukan hanya seorang ulama, mereka juga ialah seorang pemimpin-pemimpin dalam kerajaan-kerajaan islam yang ada di indonesia negara kita tercinta ini. (http://www.desabombana.com/2015/02/daftar-nama-nama-kerajaan-islam-di.html)
Dilihat dari fakta seorang ulama yakni, Mas’ud bin Umar bin Abdullah dalam kitabnya “Syarah Al-maqashir” menyatakan bahwasanya seorang pemimpin adalah orang nya harus taklif, hurriyat, dzukurah, adalah, dan para jumhur ulama pun menambahkan bahwasanya pemimpin itu juga harus saja’ah.       Yang dimaksud dengan taklif diatas ialah orang yang bukan anak-anak, yang sudah berakal, tidak mabuk, tidak gila. Hurriyat ialah merdeka, bahwasanya pemimpin itu harus yang merdeka, bukan budak. Dzukurah ialah laki-laki, bahwasanya pemimpin itu harus laki-laki bukan perempuan. Adalah ialah adil, bahwasanya pemimpin itu ialah orang yang harus bersifat adil, tidak pilih kasih dengan orang lain. Dan para ulama pun diatas menambahkan bahwasanya pemimpin itu harus bersifat Saja’ah yaitu berani menegakkan hukum, disegani musuh untuk menegakkan kemaslahatan agama, tepat didalam memutuskan perkara atau masalah.
Berkaitan dengan firman Allah SWT berfirman dalam Surat An-nisa ayat 59
  1. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Ibnu Katsir pun menjelaskan bahwa ini semua adalah perintah untuk mentaati Ulama dan umara. Untuk itu Allah berfirman: “Taatlah kepada Allah” yaitu ikutilah kitab-Nya. “dan taatlah kepada rasul”, yaitu peganglah sunnahnya. “dan ulil amri diantara kamu”. Yaitu pada apa yang mereka perintahkan kepada kalian dalam rangka taat kepada Allah, bukan dalam maksiat kepada-Nya. Karena tidak berlaku ketaatan kepada makhluk dalam rangka maksiat kepada Allah. (Dikutip dari Kitab Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2 hal. 343, cet. Pustaka Imam as-Syafi’i).
Analisis saya, bahwasanya keterlibatan ulama yang terjun kedalam dunia politik adalah boleh. Karena sudah begitu nyata dari fakta-fakta yang ada, yakni fakta sejarah dan fakta ulama yang sudah disinggung diatas bahwasanya ulama itu juga bisa menjadi seorang yang terjun di dunia pilitik, contohnya seperti yang di zaman rasulullah, sahabat, dan sampai saat ini pun. Bahkan Sampai saat ini pun saya belum pernah mendengarkan atau mendapatkan suatu dalil berupa Al-Qur’an dan hadits yang menyatakan bahwasanya ulama dilarang berpolitik.
Jadi, keterlibatan ulama yang terjun dalam dunia politik hukumnya ialah boleh, berdasarkan fakta-fakta yang telah diketahui, yakni fakta sejarah, fakta ulama. Yang mana pada fakta sejarah telah diketahui pada masa Rasulullah SAW yang beliau seorang nabi dan rasul beliau juga memimpin umatnya pada waktu itu. Pada masa Khulafaur Rasyidin, yakni Abu Bakr As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, yang mana mereka pun juga menjadi seorang ulama pada waktu itu, mereka juga seorang pemimpin pada waktu itu. Pada masa sekarang yakni para wali sembilan atau biasa disebut sebagai Wali Songo dan lain-lain, mereka ialah seorang ulama, bahkan mereka pun juga menjadi seorang pemimpin-pemimpin di kerajaan-kerajaan islam di indonesia. Dan juga dikuatkan dengan ketidaktersediannya dalil dari Al-Qur’an maupun hadits yang melarang atau mengharamkan ulama untuk berpolitik.


DAFTAR PUSTAKA:

^^GHIBAH DALAM ISLAM^^

2.1 Pengertian Ghibah
Imam An Nawawy memberikan definisi: Ghibah adalah menyebutkan hal-hal yang tidak disukai orang lain, baik berkaitan kondisi badan, agama, dunia, jiwa, perawakan, akhlak, harta, istri, pembantu, gaya, ekspresi, rasa senang, rasa duka, dan sabegainya, baik dengan kata-kata yang gamblang, isyarat maupun kode.
Al Hasan memberikan definisi: Ghibah adalah anda menceritakan sesuatu yang memang ada pada saudaranya.[1]
Al Hafidz Al Suyuthi memberikan definisi: Ghibah adalah keinginan untuk menghancurkan orang, suatu keinginan untuk menodai harga diri, kemuliaan dan kehormatan rang lain, sedang mereka itu tidak ada di hadapannya. Ghibah disebut juga suatu ajakan merusak, sebab sediki sekali orang yang lidahnya dapat selamat dari cela dan cerca.[2]
Ghibah dibagi menjadi 3 yaitu :
    • Ghibah dalam hati
Seseorang tidak boleh menceritakan kesalahan orang lain, juga tidak boleh memikirkan dan menduga-duga walau di dalam hati. Berprasangka buruk menegenai seorang muslim tanpa dasar yang jelas, adalah berghibah dalam hati. Dikatakan berghibah karena, seorang muslim tidak boleh berpikir buruk mengenai muslim lainnya, kecuali ia tahu pasti bahwa saudaranya tersebut telah melakukan perbuatan keji yang tidak bisa dimaafkan maupun diberi pembenaran.
    • Ghibah dengan lisan
Ghibah sering dilakukan dengan lisan. Banyak orang entah disengaja ataupun tidak sering kali manusia lupa akan keharaman ghibah sehingga mereka menganggap remeh dan melakukan hal itu setiap hari. Dalam artian bahwa manusia seringkali menggunjing bahkan memperolok-olok saudara mereka dengan omongan meskipun itu benar adanya.
    • Ghibah dengan tulisan
Bentuk lain ghibah adalah tulisan, sebab pena adalah lidah kedua. Hal ini terjadi ketika seseorang lewat tulisannya menceritakan orang lain walaupun ia mengungkapkan kebenaran. Ini termasuk ghibah dan dia disebut mughtab, penggunjing. Dengan bergunjing berarti dia tidak mematuhi Allah SWT. dan dia memakan bangkai saudaranya. Dan jika isi tulisannya dusta belaka, dia menyatukan dua hal, yakni ghibah dan kidzb (bohong).[3]
 2.2 Pengertian Infotainment
            Infotainment adalah salah satu jenis penggelembungan bahasa yang kemudian menjadi istilah populer untuk berita ringan yang menghibur atau informasi hiburan. Infotainment merupakan kependekan dari istilah Inggris information-entertainment.[4]
Infotainment adalah tayangan program televisi dalam menyajikan sebuah informasi yang disajikan dalam bentuk hiburan.[5]
2.3 Hukum Orang yang Mengghibah
            Dari sudut pandang seorang muslim, ghibah itu haram dan mungkar. Haram untuk dilakukan dan wajib dihilangkan, suka atau tidak suka. Sebab selain menyakiti orang yang dighibah, juga tidak ada seorang pun yang mau diperlakukan seperti itu. Sehingga Allah SWT melarangnya secara mutlak, bahkan menyerupakan “orang yang berghibah sama seperti memakan daging saudaranya sendiri”.[6]
2.4 Hukum Orang yang Mendengar Ghibah
            Hukum islam menetapkan, bahwa seorang pendengar adalah rekan pengumpat. Oleh karena itu dia harus menolong saudaranya yang diumpat itu dan berkewajiban menjauhkannya. Seperti yang di ungkapkan oleh hadis Rasulullah SAW:
“Barang siapa menjauhkan seseorang dari mengumpat dari saudaranya, maka adalah suatu kepastian dari allah, bahwa allah akan membebaskan dia dari neraka. ”(HR Ahmad dengan sanad Hasan)
“Barangsiapa menghalang-halangi seseorang dari mengumpat harga diri saudaranya, maka Allah akan menghalang-halangi dirinya dari api neraka, kelak di hari kiamat. ”(HR Tirmidzi dengan sanad Hasan)
Barangsiapa tidak mempunyai keinginan ini dan tidak mampu menghalang-halangi mulut-mulut yang suka menyerang kehormatan saudaranya itu, maka kewajiban yang paling minim, yaitu dia harus meninggalkan tempat tersebut dan membelokkan si penggosip tersebut, sehingga mereka masuk ke dalam pembicaraan lain.[7]
2.5 Hal-hal yang Mendorong Ghibah
            Hal-hal yang mendorong terjadinya ghibah ialah, sebagai berikut:
  1. Melampiaskan kekesalan/kemarahan
  2. Menyenangkan teman atau partisipasi bicara/cerita
  3. Merasa akan dikritik atau dicela orang lain, sehingga orang yang dianggap hendak mencela itu jatuh terlebih dahulu
  4. Membersihkan diri dari keterikatan tertentu
  5. Keinginan untuk bergaya dan berbangga, dengan mencela lainnya
  6. Hasad/iri dengan orang lain
  7. Bercanda dan bergurau, sekedar mengisi waktu
  8. Menhina dan meremehkan orang lain.[8]
Kecintaan terhadap dunia, kehormatan, dan kekuasaan termasuk faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya ghibah (menggunjing). Seseorang yang mempunyai watak seperti ini akan menganggap orang lain sebagai saingannya dalam kehidupan. Dengan begitu, dia akan berusaha menyingkirkan orang itu dengan menjatuhkan martabatnya.
Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan timbulnya ghibah adalah persaingan untuk memperoleh sesuatu, seperti persaingan dalam membeli rumah atau untuk menikahi seorang wanita atau untuk mencapai satu target dan lain-lain.
Hal-hal penyebab tersebarnya ghibah di zaman sekarang adalah jauhnya manusia dari ilmu dan mesjid, sehingga mereka tidak memahami hukum ghibah dalam pandangan islam dan tidak mengetahui besarnya bahaya lisan. Akhirnya, mereka terjerumus jatuh ke dalam jurang kebatilan.[9]

2.6 Ghibah yang Dibolehkan
            Menggunjing/mengghibah yang dibolehkan adalah dalam beberapa hal:
  1. Ketika menyampaikan penganiayaan orang lain kepada penguasa/pemerintah dengan menrangkan hakikat yang sebenarnya dan menerangkan keadaan orang yang melakukannya.
  2. Ketika meminta pertolongan untuk mengubah suatu kemungkaran, yang pada saat itu dimintai keterangan dan penjelasannya.
  3. Ketika meminta fatwa dalam masalah yang terkadang membutuhkan banyak perincian bukti bahkan sifat-sifat agar pemberi fatwa mengerti kedudukan masalah yang dibicarakan.
  4. Ketika hendak memberikan peringatan dari musibah atau kefasikan yang membutuhkan penjelasan.
  5. Ketika menanyakan seseorang yang lebih dikenal dengan gelarnya.
  6. Menyebutkan orang-orang yang terang-terangan berbuat kefasikan agar berhati-hati terhadap mereka.[10]
Dalam hal lain para ulama telah membahas ghibah yang dibolehkan, berikut ghibahyang dibolehkan:

  1. Mengajukan kedzaliman yang dilakukan oleh orang lain
Dibolehkan bagi orang yang didzalimi untuk mengajukan yang mendzaliminya kepada penguasa atau hakim dan selain keduanya dari orang-orang yang memiliki kekuasaan atau kemampuan untuk mengadili si dzalim itu. Orang yang didzalimi itu boleh mengatakan si fulan (menyebutkan namanya) itu telah mendzalimi/menganiaya diriku.

Walaupum kita boleh mengghibah orang yang mendzalimi kita, pemberian maaf atau menyembunyikan suatu keburukan adalah lebih baik.

  1. Meminta pertolongan untuk merubah kemungkaran dan mengembalikan orang yang berbuat dosa kepada kebenaran
Seseorang boleh mengatakan kepada yang memiliki kekuatan yang ia harapkan bisa merubah kemungkaran: si fulan itu berbuat kejahatan ini dan itu, maka dengan demikian dia akan menasihatinya dan melarangnya berbuat jahat. Misalkan, ada seorang anak yang terkena narkoba, maka kita boleh menceritakan kepada orang tua anak tersebut agar bisa menghentikan pamakaian narkobanya.
Pembolehan ini dalam rangka isti’anah (minta tolong) untuk mencegah kemungkaran dan mengembalikan orang yang bermaksiat ke jalan yang haq.

3.Meminta fatwa
            Cerita kepada Mufti (ahli hukum/pengacara) untuk meminta fatwa. Misalkan seorang istri yang menceritakan suaminya yang super balkhil sampai menelantarkan keluarganya, maka sang istri tersebut mengambil harta suaminya secara diam-diam.


4.Memperingatkan kaum muslimin dari bahaya kesesatan (seseorang/ kelompok) dan sekaligus dalam rangka saling menasihati
            `mencela para perawi-perawi(hadits) atau para saksi yang tidak memenuhi syarat, Hal ini dibolehkan secara ijma’ kaum muslimin bahkan bisa jadi hal tersebut wajib hukumnya ‘
Apabila ada perawi, saksi, atau pengarang yang cacat sifat atau kelakuanya, menurut ijma’ ulama kita boleh bahkan wajib memberitahukanya kepada kaum muslimin. Hal untuk menjaga dan memelihara kebersihan syariat.
Ghibah dengan tujuan separti ini jelas di perbolehkan, bahkan diwajibkan untuk menjaga kesucian hadits. Apalagi hadits merupakan sumber hukum kedua bagi kaum musliminsetelah Al Qur’an.
5.Menyebutkan aib orang yang menampakkan kefasikan dan bid’ahnya
            Orang yang bangga meminum khamer, menganiaya orang lain, merampas harta dan melakukan hal-hal yang bathil. Boleh bagi orang yang mengetahui keadaan orang diatas untuk menyebutkan aib-aibnya (agar orang lain berhati-hati darinya).[11]

2.7 Dalil-Dalil yang Melarang Ghibah
            Ghibah hukumnya haram dalam syariat islam berdasarkan ijma’ kaum muslimin karena dalil-dalil yang jelas dan tegas dalam AL Qur’an maupun sunnah, dalil yang menjelaskan telah banyak dikutif dalam literatur, berikut ini dalil-dalilnya:

1.Bersabda Rasulullah SAW
“Hari apakah ini?!” Jawab semua manusia yang hadir saat itu: “Hari Arafah ya Rasulullah.” Tanya Nabi SAW lagi: “Ditanah apakah ini?!” jawab manusia yang hadir: “ Di tanah haram ya Rasulullah.” Tanya Nabi SAW lagi: “Bulan apakah ini?!” Jawab manusia lagi: “ Bulan haram ya Rasulullah.” Maka kata Nabi SAW: “ Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian, kehormatan-kehormatan kalianharam hukumnya atas kalian, sama seperti haramnya hari ini, ditanah ini dan di bulan ini!!! Apakah sudah aku sampaikan pada kalian?!” Maka jawab manusia yang hadir: “Sudah wahai Rasulullah.” Maka kata Nabi SAW lagi: “Ya Allah saksikanlah sudah aku sampaikan...”(HR Bukhari 1/145-146, Muslim 1679)

2.Bersabda Rasulullah SAW:
“Barangsiapa yang membela kehormatan saudaranya sesama muslim, maka Allah SWT akan membelanya dari neraka kelak di hari kiamat.”(HR Tarmidzi 1932,Ahmad 6/450)

  1. Bersabda Rasulullah SAW:
“ketika aku dimi’rajkan aku melihat ada satu kaum yang memiliki kuku-kuku panjang dari tembaga, sedang mencakari muka-muka dan dada-dada mereka sendiri. Maka aku bertanya kepada Jibril: Mereka adalah orang-orang yang suka memakan daging manusia dengan merusak kehormatan mereka.” (HR Abu Daud 1878 dan Ahmad 3/224)

  1. Rasulullah SAW berdiri untuk shalat, kemudian beliau bertanya:
“Diamana Malik bin Dukhsyum?” Maka ada yang menjawab: “Ia sudah munafik wahai Rasulullah, tidak lagi mencintai Allah dan Rasul-nya.” Maka jawab Nabi SAW: “jangan sekali-kali kamu berani berkata begitu! Tidakkah kamu lihat dia mengucapkanLa ilaaha illallah karena mengharapkan keridhaan-Nya?! Sungguh Allah SWT telah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan La illaha illallah karena mengharapkan keridhaan-Nya.” (HR Bukhari 3/49-50, Muslim 1/445)

  1. Bersabda Rasullulah SAW:
Muslim dengan muslim lainya itu bersaudara, tidak boleh mengkhianati, mendustakan dan menghina. Setiap muslim dengan muslim lainnya haram kehormatan, harta dan darahnya. Taqwa itu disini! (sambil nabi SAW menunjuk pada dadanya) Cukup disebut seseorang itu jahat jika ia mencaci saudaranya sesama muslim.” (HR Muslim 2564)
  1. Bersabda Rasulullah SAW pada Aisyah ra ketika Aisyah ra berkata tentang Shafiyyah ra:
“Apakah cukup bagi Anda Shafiyyah yang begitu? (maksudnya pendek badannya).” Maka jawab Nabi SAW: “Sungguh Engkau sudah mengucapkan satu kata yang seandainya dicampur dengan air lautan maka niscaya akan berubah lautan itu karenanya.” (HR abu Daud 4875, Tirmidzi 2504-2505, Ahmad 6/189).[12]
  1. Ayat ini didahului oleh larangan bagi orang-orang mukmin untuk berprasangka dan mencari-cari kesalahan orang lain (tajassus), yaitu firman Allah:
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.(QS. Al-Hujurat: 12).[13]Dan adapun Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya ayat) tentang (QS. Al-Hujurat: 12) di atas, ialah di dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat di atas (QS. Al-Hujurat: 12) turun berkenaan dengan Salman Al-Farisi yang bila selesai makan, suka terus tidur dan mendengkur. Pada waktu itu ada orang yang menggunjingkan perbuatannya. Maka turunlah ayat ini yangmelarang seseorang mengumpat dan menceritakan keaiban orang lain.Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari Ibnu Juraij.[14]

2.8 Balasan bagi Orang yang Mengghibah atau Menggunjing
            Nabi saw. Bersabda, ‘’Barangsiapa yang memelihara seseorang mukmin dari kejahatan seorang munafik yang menggunjingnya, maka Allah akan mengutus seseorang malaikat untuk memelihara dagingnya pada hari kiamat dari api neraka Jahanam, dan barangsiapa yang memfitnah seorang mukmin dengan tujuan untuk mencelanya, maka Allah SWT akan melemparkannya ke dalam neraka Jahanam sampai keluar apa yang pernah dikatakannya.’’
Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa Nabi saw. Bersabda, ‘’seseorang yang menelantarkan seorang muslim pada suatu keadaan yang dapat menjatuhkan martabatnya dan menghancurkan kehormatannya sementara dia dapat menyelamatkannya dari hal itu, maka Allah SWT akan menelantarkannya pada saat dia membutuhkan pertolongan. Dan seseorang yang menolong seorang Muslim pada suatu kondisi yang dapat menjatuhkan martabatnya dan menghancurkan kehormatannya, maka Allah ‘Azza wa Jalla akan menolongnya pada saat dia sangat membutuhkan pertolongan.’’[15]

2.9 Pandangan Islam terhadap Ghibah dalam Infotainment
Pada dasarnya pandangan islam terhadap sesuatu yang menayangkan, menyiarkan, menonton atau mendengarkan acara apa pun yang mengungkap serta membeberkan kejelekan seseorang adalah haram, kecuali didasari tujuan yang dibenarkan secara syar’i dan yang terpenting dicatat jika hanya dengan cara itu tujuan tersebut dapat tercapai, seperti memberantas kemungkaran, memberi peringatan, menyampaikan pengaduan/laporan, meminta pertolongan dan meminta fatwa hukum.
Dasar Penetapan
  1. As-Sunnah/Hadits
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا ا
للَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِ
نْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
 Dari Abu Hurairoh, sesunguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Apakah kalian mengetahui apa ghibah itu?” Para shababat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Beliau mengatakan, “Ghibah itu adalah bercerita tentang saudara kalian apa-apa yang tidak ia sukai.” Rasul bersabda, “Bagaimana menurut kalian kalau yang direcitakan itu benar-benar nyata apa adanya? Maka inilah yang disebut ghibah, dan apabila apa yang kalian ceritakan tidak nyata, maka berarti kalian telah membuat kedustaan (fitnah) kepadanya.”
Islam melarang terhadap acara infotainment yang jelas-jelas melanggar etika dan melakukan ghibah. Dari sudut pandang seorang muslim, ghibah itu haram dan mungkar. Haram untuk dilakukan dan wajib dihilangkan, suka atau tidak suka. Sebab selain menyakiti orang yang dighibah, juga tidak ada seorang pun yang mau diperlakukan seperti itu. Sehingga Allah SWT melarangnya secara mutlak, bahkan menyerupakan “orang yang berghibah sama seperti memakan daging saudaranya sendiri”.[16]
2.10 Cara Selamat dari Ghibah        
            Apabila kita ketahui apa yang akan kita katakan tergolong ghibah, maka harus ditahan untuk mengatakannya. Atau apabila kita kemudian menyadari apa yang terlanjur kita katakan itu adalah ghibah karena khilaf tidak dengaja, maka sesegera mungkin bertobat (beristighfar) dan bertekad lagi untuk lebih berhati-hati dalam berbicara.
Menelaah, merenungkan, dan meyakinkan diri sendiri bahwa dengan membicarakan kejelekan orang lain sebenarnya itu sama sekali tidak akan menambah derajat kita.
Menyadari bahwa seseorang yang kita bicarakan kejelekannya itu sebenarnya adalah saudara kita sendiri, bukan musuh yang harus dihujat atau pun dicela.[17]
2.11 Menangkal Ghibah
Penyakit yang satu ini begitu mudahnya terjangkit pada diri seseorang. Bisa datang melalui televisi, bisa pula melalui kegiatan arisan, berbagai pertemuan, sekesar obrolan diwarung belanjaan, bahkan melalu pengajian. Untuk menghindarinya juga tak begitu mudah, mengharuskan kita ekstra berhati-hati, lalu bagaimana caranya ?
  1. Berbicara Sambil Berfikir
Cobalah untuk berpikir sebelum berbicara, “Perlukah saya mengatakan hal ini ?” dan kembangkan menjadi, “apa manfaatnya ?” “apa mudharatnya ?” berarti, ltak harus senantiasa diguanakan, dalam keadaan sesantai apapun. Seperti Rasulullah SAW yang biasanya memberi jeda sesaat untuk berpikir sebelum menjawab pertanyaan seseorang.

  1. Berbicara Sambil Berdzikir
Berdzikir disini maksudnya selalu menghadirkan ingatan kita kepada Allah SWT. Ingatlah betapa buruknya ancaman dan kebencian Allah kepada orang yang berghibah. Bawalah ingatan ini pada saat berbicara dengan siapa saja, dimana saja dan kapan saja.

  1. Tingkatkan Rasa Percaya Diri
Orang yang tidak percaya diri, suka mengikut saja perbuatan orang lain, sehingga ia mudah terseret perbuatan ghibah temannya. Bahkan ia pun berpotensi menyebabkan ghibah, karena tak memiliki kebanggan terhadap dirinya sendiri sehingga lebih senang memperhatikan, membicarakan dan menilai orang lain.

  1. Buang Penyakit Hati
Kebanyakan ghibah tumbuh karena didasari rasa iri dan benci, juga ketidak ikhlasan menerima kenyataan bahwa orang lain lebih berhasil atau lebih beruntung daripada kita dan kalau dirinya kurang beruntung, diapun senang menyadari bahwa masih banyak orang lain yang lebih sengsara daripada dirinya.
  1. Posisikan Diri
Ketika sedang membicarakan keburukan orang lain, segera bayangkan bagaiman perasaan kita jika keburukan kitapun dibicarakan orang. Seperti hadist yang menjanjikan bahwa Allah akan menutupi cacat kita sepanjang kita tidak membuka cacat orang lain. Sebaliknya tak perlu heran jika Allahpun akan membuka cacat kita didepan orang lain jika kita membuka cacat orang.

  1. Hindari, Ingatkan, Diam atau Pergi
Hindarilah segala sesuatu yang mendekatkan kita pada ghibah. Seperti acara-acara bernuansa ghibah ditelevisi dan radio. Juga berita-berita koran dan majalah yang membicarakan kejelekan orang. Jika terjebak dalam situasi ghibah, ingatkanlah mereka akan kesalahannya. Jika tak mampu, setidaknya anda diam dan tak menanggapi ghibah tersebut. Atau anda memilih bungkam dan “menyelamatkan diri”.[18]

DAFTAR PUSTAKA
Al-Jamal. Ibrahim Muhammad. 2000. Penyakit-Penyakit Hati. Bandung: Pustaka Hidayah.
Evamasy. Membuka Aib Orang Lain Menurut Pandangan Islam (Studi Kasus Tayangan Infotainment).http://evamasy.blogspot.com/2011/06/makalah-membuka-aib-orang-lain-menurut.html. Diakses hari Minggu tanggal 19 April 2015 pukul 08.40 WIB.
Kaelola, Akbar. 2009. Ghibahtainment. Yogyakarta: Ash-Shirath.
Rahmawati. Infotainment menurut Pandangan Islam.http://rahmawati0705442.blogspot.com/2010/06/infotainment-menurut-pandangan-islam.html. Diakses hari Selasa tanggal 21 April 2015 pukul 22.17 WIB.
Shaleh, Dahlan, dkk. 2000. Asbabun Nuzul. Bandung: CV Penerbit Diponegoro