Imam An Nawawy memberikan definisi: Ghibah adalah menyebutkan hal-hal yang tidak disukai orang lain, baik berkaitan kondisi badan, agama, dunia, jiwa, perawakan, akhlak, harta, istri, pembantu, gaya, ekspresi, rasa senang, rasa duka, dan sabegainya, baik dengan kata-kata yang gamblang, isyarat maupun kode.
Al Hasan memberikan definisi: Ghibah adalah anda menceritakan sesuatu yang memang ada pada saudaranya.[1]
Al Hafidz Al Suyuthi memberikan definisi: Ghibah adalah keinginan untuk menghancurkan orang, suatu keinginan untuk menodai harga diri, kemuliaan dan kehormatan rang lain, sedang mereka itu tidak ada di hadapannya. Ghibah disebut juga suatu ajakan merusak, sebab sediki sekali orang yang lidahnya dapat selamat dari cela dan cerca.[2]
Ghibah dibagi menjadi 3 yaitu :
- Ghibah dalam hati
- Ghibah dengan lisan
- Ghibah dengan tulisan
2.2 Pengertian Infotainment
Infotainment adalah salah satu jenis penggelembungan bahasa yang kemudian menjadi istilah populer untuk berita ringan yang menghibur atau informasi hiburan. Infotainment merupakan kependekan dari istilah Inggris information-entertainment.[4]
Infotainment adalah tayangan program televisi dalam menyajikan sebuah informasi yang disajikan dalam bentuk hiburan.[5]
2.3 Hukum Orang yang Mengghibah
Dari sudut pandang seorang muslim, ghibah itu haram dan mungkar. Haram untuk dilakukan dan wajib dihilangkan, suka atau tidak suka. Sebab selain menyakiti orang yang dighibah, juga tidak ada seorang pun yang mau diperlakukan seperti itu. Sehingga Allah SWT melarangnya secara mutlak, bahkan menyerupakan “orang yang berghibah sama seperti memakan daging saudaranya sendiri”.[6]
2.4 Hukum Orang yang Mendengar Ghibah
Hukum islam menetapkan, bahwa seorang pendengar adalah rekan pengumpat. Oleh karena itu dia harus menolong saudaranya yang diumpat itu dan berkewajiban menjauhkannya. Seperti yang di ungkapkan oleh hadis Rasulullah SAW:
“Barang siapa menjauhkan seseorang dari mengumpat dari saudaranya, maka adalah suatu kepastian dari allah, bahwa allah akan membebaskan dia dari neraka. ”(HR Ahmad dengan sanad Hasan)
“Barangsiapa menghalang-halangi seseorang dari mengumpat harga diri saudaranya, maka Allah akan menghalang-halangi dirinya dari api neraka, kelak di hari kiamat. ”(HR Tirmidzi dengan sanad Hasan)
Barangsiapa tidak mempunyai keinginan ini dan tidak mampu menghalang-halangi mulut-mulut yang suka menyerang kehormatan saudaranya itu, maka kewajiban yang paling minim, yaitu dia harus meninggalkan tempat tersebut dan membelokkan si penggosip tersebut, sehingga mereka masuk ke dalam pembicaraan lain.[7]
2.5 Hal-hal yang Mendorong Ghibah
Hal-hal yang mendorong terjadinya ghibah ialah, sebagai berikut:
- Melampiaskan kekesalan/kemarahan
- Menyenangkan teman atau partisipasi bicara/cerita
- Merasa akan dikritik atau dicela orang lain, sehingga orang yang dianggap hendak mencela itu jatuh terlebih dahulu
- Membersihkan diri dari keterikatan tertentu
- Keinginan untuk bergaya dan berbangga, dengan mencela lainnya
- Hasad/iri dengan orang lain
- Bercanda dan bergurau, sekedar mengisi waktu
- Menhina dan meremehkan orang lain.[8]
Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan timbulnya ghibah adalah persaingan untuk memperoleh sesuatu, seperti persaingan dalam membeli rumah atau untuk menikahi seorang wanita atau untuk mencapai satu target dan lain-lain.
Hal-hal penyebab tersebarnya ghibah di zaman sekarang adalah jauhnya manusia dari ilmu dan mesjid, sehingga mereka tidak memahami hukum ghibah dalam pandangan islam dan tidak mengetahui besarnya bahaya lisan. Akhirnya, mereka terjerumus jatuh ke dalam jurang kebatilan.[9]
2.6 Ghibah yang Dibolehkan
Menggunjing/mengghibah yang dibolehkan adalah dalam beberapa hal:
- Ketika menyampaikan penganiayaan orang lain kepada penguasa/pemerintah dengan menrangkan hakikat yang sebenarnya dan menerangkan keadaan orang yang melakukannya.
- Ketika meminta pertolongan untuk mengubah suatu kemungkaran, yang pada saat itu dimintai keterangan dan penjelasannya.
- Ketika meminta fatwa dalam masalah yang terkadang membutuhkan banyak perincian bukti bahkan sifat-sifat agar pemberi fatwa mengerti kedudukan masalah yang dibicarakan.
- Ketika hendak memberikan peringatan dari musibah atau kefasikan yang membutuhkan penjelasan.
- Ketika menanyakan seseorang yang lebih dikenal dengan gelarnya.
- Menyebutkan orang-orang yang terang-terangan berbuat kefasikan agar berhati-hati terhadap mereka.[10]
- Mengajukan kedzaliman yang dilakukan oleh orang lain
Walaupum kita boleh mengghibah orang yang mendzalimi kita, pemberian maaf atau menyembunyikan suatu keburukan adalah lebih baik.
- Meminta pertolongan untuk merubah kemungkaran dan mengembalikan orang yang berbuat dosa kepada kebenaran
Pembolehan ini dalam rangka isti’anah (minta tolong) untuk mencegah kemungkaran dan mengembalikan orang yang bermaksiat ke jalan yang haq.
3.Meminta fatwa
Cerita kepada Mufti (ahli hukum/pengacara) untuk meminta fatwa. Misalkan seorang istri yang menceritakan suaminya yang super balkhil sampai menelantarkan keluarganya, maka sang istri tersebut mengambil harta suaminya secara diam-diam.
4.Memperingatkan kaum muslimin dari bahaya kesesatan (seseorang/ kelompok) dan sekaligus dalam rangka saling menasihati
`mencela para perawi-perawi(hadits) atau para saksi yang tidak memenuhi syarat, Hal ini dibolehkan secara ijma’ kaum muslimin bahkan bisa jadi hal tersebut wajib hukumnya ‘
Apabila ada perawi, saksi, atau pengarang yang cacat sifat atau kelakuanya, menurut ijma’ ulama kita boleh bahkan wajib memberitahukanya kepada kaum muslimin. Hal untuk menjaga dan memelihara kebersihan syariat.
Ghibah dengan tujuan separti ini jelas di perbolehkan, bahkan diwajibkan untuk menjaga kesucian hadits. Apalagi hadits merupakan sumber hukum kedua bagi kaum musliminsetelah Al Qur’an.
5.Menyebutkan aib orang yang menampakkan kefasikan dan bid’ahnya
Orang yang bangga meminum khamer, menganiaya orang lain, merampas harta dan melakukan hal-hal yang bathil. Boleh bagi orang yang mengetahui keadaan orang diatas untuk menyebutkan aib-aibnya (agar orang lain berhati-hati darinya).[11]
2.7 Dalil-Dalil yang Melarang Ghibah
Ghibah hukumnya haram dalam syariat islam berdasarkan ijma’ kaum muslimin karena dalil-dalil yang jelas dan tegas dalam AL Qur’an maupun sunnah, dalil yang menjelaskan telah banyak dikutif dalam literatur, berikut ini dalil-dalilnya:
1.Bersabda Rasulullah SAW
“Hari apakah ini?!” Jawab semua manusia yang hadir saat itu: “Hari Arafah ya Rasulullah.” Tanya Nabi SAW lagi: “Ditanah apakah ini?!” jawab manusia yang hadir: “ Di tanah haram ya Rasulullah.” Tanya Nabi SAW lagi: “Bulan apakah ini?!” Jawab manusia lagi: “ Bulan haram ya Rasulullah.” Maka kata Nabi SAW: “ Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian, kehormatan-kehormatan kalianharam hukumnya atas kalian, sama seperti haramnya hari ini, ditanah ini dan di bulan ini!!! Apakah sudah aku sampaikan pada kalian?!” Maka jawab manusia yang hadir: “Sudah wahai Rasulullah.” Maka kata Nabi SAW lagi: “Ya Allah saksikanlah sudah aku sampaikan...”(HR Bukhari 1/145-146, Muslim 1679)
2.Bersabda Rasulullah SAW:
“Barangsiapa yang membela kehormatan saudaranya sesama muslim, maka Allah SWT akan membelanya dari neraka kelak di hari kiamat.”(HR Tarmidzi 1932,Ahmad 6/450)
- Bersabda Rasulullah SAW:
- Rasulullah SAW berdiri untuk shalat, kemudian beliau bertanya:
- Bersabda Rasullulah SAW:
- Bersabda Rasulullah SAW pada Aisyah ra ketika Aisyah ra berkata tentang Shafiyyah ra:
- Ayat ini didahului oleh larangan bagi orang-orang mukmin untuk berprasangka dan mencari-cari kesalahan orang lain (tajassus), yaitu firman Allah:
2.8 Balasan bagi Orang yang Mengghibah atau Menggunjing
Nabi saw. Bersabda, ‘’Barangsiapa yang memelihara seseorang mukmin dari kejahatan seorang munafik yang menggunjingnya, maka Allah akan mengutus seseorang malaikat untuk memelihara dagingnya pada hari kiamat dari api neraka Jahanam, dan barangsiapa yang memfitnah seorang mukmin dengan tujuan untuk mencelanya, maka Allah SWT akan melemparkannya ke dalam neraka Jahanam sampai keluar apa yang pernah dikatakannya.’’
Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa Nabi saw. Bersabda, ‘’seseorang yang menelantarkan seorang muslim pada suatu keadaan yang dapat menjatuhkan martabatnya dan menghancurkan kehormatannya sementara dia dapat menyelamatkannya dari hal itu, maka Allah SWT akan menelantarkannya pada saat dia membutuhkan pertolongan. Dan seseorang yang menolong seorang Muslim pada suatu kondisi yang dapat menjatuhkan martabatnya dan menghancurkan kehormatannya, maka Allah ‘Azza wa Jalla akan menolongnya pada saat dia sangat membutuhkan pertolongan.’’[15]
2.9 Pandangan Islam terhadap Ghibah dalam Infotainment
Pada dasarnya pandangan islam terhadap sesuatu yang menayangkan, menyiarkan, menonton atau mendengarkan acara apa pun yang mengungkap serta membeberkan kejelekan seseorang adalah haram, kecuali didasari tujuan yang dibenarkan secara syar’i dan yang terpenting dicatat jika hanya dengan cara itu tujuan tersebut dapat tercapai, seperti memberantas kemungkaran, memberi peringatan, menyampaikan pengaduan/laporan, meminta pertolongan dan meminta fatwa hukum.
Dasar Penetapan
- As-Sunnah/Hadits
للَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِ
نْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Dari Abu Hurairoh, sesunguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Apakah kalian mengetahui apa ghibah itu?” Para shababat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Beliau mengatakan, “Ghibah itu adalah bercerita tentang saudara kalian apa-apa yang tidak ia sukai.” Rasul bersabda, “Bagaimana menurut kalian kalau yang direcitakan itu benar-benar nyata apa adanya? Maka inilah yang disebut ghibah, dan apabila apa yang kalian ceritakan tidak nyata, maka berarti kalian telah membuat kedustaan (fitnah) kepadanya.”
Islam melarang terhadap acara infotainment yang jelas-jelas melanggar etika dan melakukan ghibah. Dari sudut pandang seorang muslim, ghibah itu haram dan mungkar. Haram untuk dilakukan dan wajib dihilangkan, suka atau tidak suka. Sebab selain menyakiti orang yang dighibah, juga tidak ada seorang pun yang mau diperlakukan seperti itu. Sehingga Allah SWT melarangnya secara mutlak, bahkan menyerupakan “orang yang berghibah sama seperti memakan daging saudaranya sendiri”.[16]
2.10 Cara Selamat dari Ghibah
Apabila kita ketahui apa yang akan kita katakan tergolong ghibah, maka harus ditahan untuk mengatakannya. Atau apabila kita kemudian menyadari apa yang terlanjur kita katakan itu adalah ghibah karena khilaf tidak dengaja, maka sesegera mungkin bertobat (beristighfar) dan bertekad lagi untuk lebih berhati-hati dalam berbicara.
Menelaah, merenungkan, dan meyakinkan diri sendiri bahwa dengan membicarakan kejelekan orang lain sebenarnya itu sama sekali tidak akan menambah derajat kita.
Menyadari bahwa seseorang yang kita bicarakan kejelekannya itu sebenarnya adalah saudara kita sendiri, bukan musuh yang harus dihujat atau pun dicela.[17]
2.11 Menangkal Ghibah
Penyakit yang satu ini begitu mudahnya terjangkit pada diri seseorang. Bisa datang melalui televisi, bisa pula melalui kegiatan arisan, berbagai pertemuan, sekesar obrolan diwarung belanjaan, bahkan melalu pengajian. Untuk menghindarinya juga tak begitu mudah, mengharuskan kita ekstra berhati-hati, lalu bagaimana caranya ?
- Berbicara Sambil Berfikir
- Berbicara Sambil Berdzikir
- Tingkatkan Rasa Percaya Diri
- Buang Penyakit Hati
- Posisikan Diri
- Hindari, Ingatkan, Diam atau Pergi
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jamal. Ibrahim Muhammad. 2000. Penyakit-Penyakit Hati. Bandung: Pustaka Hidayah.
Evamasy. Membuka Aib Orang Lain Menurut Pandangan Islam (Studi Kasus Tayangan Infotainment).http://evamasy.blogspot.com/2011/06/makalah-membuka-aib-orang-lain-menurut.html. Diakses hari Minggu tanggal 19 April 2015 pukul 08.40 WIB.
Kaelola, Akbar. 2009. Ghibahtainment. Yogyakarta: Ash-Shirath.
Rahmawati. Infotainment menurut Pandangan Islam.http://rahmawati0705442.blogspot.com/2010/06/infotainment-menurut-pandangan-islam.html. Diakses hari Selasa tanggal 21 April 2015 pukul 22.17 WIB.
Shaleh, Dahlan, dkk. 2000. Asbabun Nuzul. Bandung: CV Penerbit Diponegoro
No comments:
Post a Comment