Saturday, March 2, 2019

Membangun Masyarakat Multikultural (Studi Komparasi Konsep Piagam Madinah dan Pancasila)


A.    Pendahuluan
Sudah tidak dapat dipungkiri bahwasanya negara Indonesia dari dulu hingga sekarang tidak pernah lepas daripada konflik. Sebenarnya konflik adalah sesuatu yang lumrah terjadi. Kendati demikian, lain halnya jika konflik tersebut ditakutkan akan mengancam runtuhnya kesatuan negara Indonesia.
Seperti halnya konflik yang akhir-akhir ini terjadi, kasus penistaan Al-Qur’an yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama terkait surah Al-Maidah ayat 51, yang ketika itu masih menjabat sebagai gubernur. Konflik lain misalnya, kasus penyerangan salah seorang dari ORMAS (Organisasi Masyarakat) terhadap  salah seorang anggota FPI (Front Pembela Islam) di rumah makan Ampera, usai mengawal pemeriksaan Habib Rizieq.
Kasus tersebut tidak seharusnya terjadi di Indonesia, karena dapat merusak kesatuan bangsa. Dan mengingat semboyan yang dimiliki Indonesia, yakni Bhinneka Tunggal Ika yang memiliki pengertian berbeda-beda, tapi tetap menjadi satu, yang mengajarkan saling menghormati demi menjaga kesatuan.
Indonesia adalah negara yang terdiri atas beraneka ragam suku bangsa, budaya, bahasa, kelompok sosial dan agama, yang dari satu daerah ke daerah lain berbeda-beda.
Dengan semakin beraneka ragamnya masyarakat dan budaya, setiap individu memiliki keinginan yang berbeda-beda. Orang-orang dari daerah yang berbeda dengan latar belakang yang berbeda,  struktur sosial, dan karakter yang berbeda, memiliki pandangan yang berbeda dengan cara berpikir dalam menghadapi hidup dan masalahnya. Hal tersebut dapat menimbulkan konflik dan perpecahan yang hanya berlandaskan emosi diantara individu (Suryana, 2015:93).
Maka dari itu, untuk mencegah terjadinya konflik tersebut perlunya dibangun masyarakat multikultural, yakni masyarakat yang beragam, akan tetapi mampu hidup saling menghormati, saling menghargai demi menjaga kesatuan negara Indonesia. Yang dalam makalah ini mengacu kepada kajian perbandingan bagaimana konsep Piagam Madinah dan Pancasila dalam membangun masyarakat multikultural.
B.     Pembahasan
1.      Pengertian Multikulturalisme
Wacana multikulturalisme ini kurang terwadahi dalam ruang diskusi di masyarakat. Hal itu menyebabkan masyarakat kurang begitu yakin dan sering kali memunculkan berbagai kontroversi dalam merumuskan seputar paham multikulturalisme (Sulalah, 2011:4).
Multikulturalisme adalah sebuah filosofi yang kadang-kadang ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multikulturalisme juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara (Suryana, 2015:99).
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran) atau paham (Mahfud, 2011:75).
Pengertian yang lebih mendalam istilah multikulturalisme bukan hanya pengakuan terhadap budaya yang beragam saja, melainkan juga pengakuan terhadap nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, organisasi, agama dan politik yang mereka anut (Suryana, 2015:99).
Menurut Irwan yang dikutip oleh Choirul, menyatakan bahwasanya multikulturalisme adalah sebuah paham yang menekankan kesederajatan dan kesetaraan budaya-budaya lokal dengan tanpa mengabaikan hak-hak dan eksistensi budaya yang ada (Mahfud, 2011:90).
S. Saptaatmaja yang dikutip oleh Suryana mengemukakan bahwa multikulturalisme bertujuan untuk kerja sama, kesederajatan, dan mengapresiasi dalam dunia yang kian kompleks (Suryana, 2015:100).
Menurut Lubis yang dikutip oleh Suryana mengemukakan pendapatnya bahwa multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan, dan penilaian atas budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain (Suryana, 2015:100-101).
Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan, dan tindakan oleh masyarakat suatu negara yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama, dan sebagainya, tetapi memiliki cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan memiliki kebanggaan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut (Suryana, 2015:101).
Dalam kamus sosiologi  menyatakan bahwasanya multikulturalisme adalah perayaan keragaman budaya dalam masyarakat, keragaman yang biasanya dibawa melalui imigrasi (Abercrombie, 2010:360).
Multikultural adalah paham bahwa dunia dan masyarakat terdapat adanya beragam komuniti dengan budaya berbeda tetapi sederajat. Dua macam multikulturalisme: pertama, multikultural deskriptif yaitu pemahaman tentang kenyataan adanya pluralitas masyarakat dan budaya. Kedua, multikultural normatif yaitu niat untuk bersatu dalam keanekaragaman. Latar belakang filosofis multikulturalisme adalah masyarakat penuh dengan ketidaksamaan, tetapi sederajat, dan dapat diikat dengan mutul respect sehingga terbentuk satu kesatuan budaya. Perbedaan yang menonjol dan menjadi fokus perhatian adalah ras (etnik), agama dan gender (Erawati, 2012:27).
Sebenarnya multikulturalisme adalah sebuah konsep di mana sebuah komunitas dalam konteks kebangsaan dapat mengakui keberagaman, perbedaan dan kemajemukan budaya, baik ras, suku, etnis, agama dan lain sebagainya. Sebuah konsep yang memberikan pemahaman bahwa sebuah bangsa yang plural dan majemuk adalah bangsa yang dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam (multikultural). Dan bangsa yang multikultural adalah bangsa yang kelompok-kelompok etnik atau budaya yang ada dapat hidup berdampingan secara damai yang ditandai oleh kesediaan untuk menghormati budaya lain (Mahfud, 2011:91).
Dari berbagai pandangan di atas, mengenai multikulturalisme dapat penulis simpulkan bahwasanya multikulturalisme adalah suatu konsep yang menginginkan adanya sikap saling menghargai, toleransi, menghormati dari seluruh keberagaman yang ada, baik itu budaya, etnis, suku, maupun agama, yang nantinya akan menciptakan sebuah negara damai dan terhindar dari konflik-konflik sosial. Dan dalam pengaplikasiannya diperlukan metode yang baik.
Hasil daripada konsep ini akan melahirkan sebuah masyarakat yang multikultural, oleh karena itu, masyarakat multikultural tidak lepas daripada pengertian konsep multikulturalisme, yang menurut penulis bahwasanya masyarakat multikultural adalah hasil daripada berjalannya konsep multikulturalisme.
2.    Konsep Piagam Madinah
Rasulullah adalah seorang pemimpin yang sangat luar biasa, akhlak beliau dan segala perlakuan beliau dalam kehidupan sehari-hari, berdasarkan Al-Quran. Dengan demikian, beliau sangat mudah untuk memahami bagaimana mengatasi segala permasalahan.
Hijrah Rasulullah saw ke Yastrib, yang kemudian bernama Madinah, merupakan awal proses terbentuknya negara yang masyarakatnya mampu hidup berdampingan, saling menghormati, dan toleransi, walaupun hidup dalam keberagaman. Dan inipun merupakan perwujudan dari teknik beliau dalam mengatasi kondisi sosial seperti ini.
Seperti diketahui, saat hijrah ke Madinah Rasulullah dihadapkan dengan berbagai macam ragam bentuk masyarakat, masyarakat yang masing-masing golongan bersikap bermusuhan terhadap golongan lain, terdiri dari 4 golongan besar dan masyhur saat itu. Di antaranya muslim pendatang yaitu kaum Muhajirin, muslim pribumi (Anshar) yaitu ‘Auz dan Khazraj, umat Yahudi yang terdiri dari bani Quraizzhah, bani Qainuqa’, bani Nadhir, dan umat Nashrani. Untuk itu, beliau perlu adanya penataan dan pengendalian sosial dalam mengatur hubungan-hubungan antar golongan di bidang sosial, ekonomi, politik dan agama (Al-Buthy, 1999: 1179-180).
Untuk membangun tatanan sosial antara muslim dan non muslim di Madinah saat itu, maka beliau membuat beberapa langkah, yakni :
Pertama, membangun masjid, sebagai tempat melaksanakan shalat dan doa-doa, yang selama ini dilarang, serta untuk mendekatkan manusia kepada Allah dan membersihkan hati dari kotoran-kotoran duniawi (Al-Ghazali, 2008:228). Masjid tersebut tidak sekedar sebagai tempat untuk melakukan sholat lima waktu tetapi lebih dari itu ia adalah sebuah kampus, tempat kaum muslimin mempelajari ajaran-ajaran Islam dan menerima pengarahan-pengarahan, tempat bertemu dan bersatunya seluruh komponen beragam suku (Al-Mubarakfuri, 2001:266). Dan juga sebagai tempat bermusyawarah dan diskusi guna menyelesaikan problem umat, arena latihan bela negara dan pengobatan kaum muslim, bahkan menjadi tempat tahanan (Shihab, 2014:511).
Selain itu semua, ia merupakan rumah tempat tinggal sejumlah kaum faqir, dan kalangan kaum muhajir yang tidak memiliki apa-apa (Al-Mubarakfuri, 2001:266).
Kedua, persaudaraan muslim, mengenai hubungan antar sesama kaum muslimin, oleh Rasulullah saw telah dibina atas dasar persaudaraan yang sempurna. Yakni persaudaraan yang menghapuskan kata “aku”, hingga setiap orang bergerak dengan semangat dan jiwa kemasyarakatan tanpa memandang dirinya secara terpisah dari masyarakat (Al-Ghazali, 2008:231).
Ibnul Qayyim berkata, kemudian Rasulullah mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar di rumah Anas bin Malik. Mereka berjumlah 90 orang, separuhnya berasal dari Muhajirin dan separuhnya dari Anshar (Al-Mubarakfuri, 2001:267).
Dengan demikian, timbullah persaudaraan yang murni antara kaum Anshar dan Muhajirin yang mengikat semua orang muslim menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan kuat bagaikan karang (Rahman, 2002:270).
Dengan persaudaraan seperti itu berarti lenyaplah fanatisme kesukuan ala jahiliyah dan tak ada semangat pengabdian selain kepada Islam. Runtuhlah sudah semua bentuk diskriminasi keturunan, warrna kulit dan usul-usul kedaerahan atau kebangsaan (Al-Ghazali, 2008:231).
Ketiga, membuat perjanjian, Rasulullah telah menetapkan aturan-aturan yang sangat toleran, yang belum dikenal di zaman yang penuh dengan fanatisme kesukuan dan kecongkakan ras (Al-Ghazali, 2008:235).
Di Madinah bermukim juga, di samping Aus dan Khazraj yang memeluk agama Islam, orang-orang Yahudi. Di samping mereka ada juga kaum musyrik (Shihab, 2011:517).
Ketika Nabi tiba di Madinah beliau menyaksikan orang-orang Yahudi telah lama bermukim di kota itu dan hidup bersama-sama kaum musyrikin. Beliau sama sekali tidak berencana untuk menyingkirkan mereka. Bahkan beliau dapat menerima keberagaman orang-orang Yahudi di kota itu. Beberapa waktu kemudian beliau menawarkan perjanjian perdamaian kepada golongan itu atas dasar kebebasan masing-masing pihak memeluk agamanya sendiri (Al-Ghazali, 2008:235-236) yang disebut sebagai Piagam Madinah.
Kata Madinah menunjuk kepada tempat dibuatnya naskah. Sementara kata piagam berarti surat resmi, yang berisi pernyataan pemberian hak, atau berisi pernyataan dan pengukuhan mengenai sesuatu (Azra, 2005:101).
Melihat proses perumusannya, Piagam Madinah adalah sebuah dokumen politik penting yang dibuat oleh Nabi Muhammad sebagai perjanjian antara golongan-golongan saat itu. Piagam tersebut memuat prinsip-prinsip penting yang menjadi hak-hak mereka bagi kehidupan bersama (Azra, 2005:101).
Adapun prinsip-prinsip dalam Piagam Madinah itu tercantum menjadi 47 pasal (Azra, 2005:101). Oleh karena itu, disini akan ditampilkan beberapa prinsip yang temasuk dari rangkuman 47 pasal tersebut.
Pertama, prinsip persatuan dan persaudaraan antar keberagaman suku serta berlaku adil satu sama lain, sesuai dengan firman Allah An-Nahl ayat 90:
إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُ بِٱلۡعَدۡلِ وَٱلۡإِحۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَيَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ وَٱلۡبَغۡيِۚ يَعِظُكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ ٩٠

90. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, Allah memerintahkan kemuliaan akhlak dengan berbuat adil di antara manusia dan berbuat baik kepada seluruh makhluk. Memberi kepada kaum kerabat, membantu kaum kerabat. Kerabat secara khusus disebutkan agar mereka lebih diperhatikan. Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan, Allah melarang tiap hal yang buruk, baik ucapan, perbuatan maupun amal. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran, Allah mengajari kalian adab berupa syariat-Nya, yaitu larangan dan perintah, agar kalian memperoleh pelajaran dari firman Allah (Ash-Shabuni, 2011:160).
Kedua, prinsip kebebasan beragama, penetapan prinsip ini merupakan jawaban terhadap situasi dan kondisi sosial penduduk Madinah yang memiliki keragaman komunitas agama dan keyakinan di kota itu, sesuai dengan firman Allah Al-Baqarah ayat 256:
لَآ إِكۡرَاهَ فِي ٱلدِّينِۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشۡدُ مِنَ ٱلۡغَيِّۚ فَمَن يَكۡفُرۡ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَاۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ٢٥٦
256. Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Ketiga, prinsip tolong-menolong antar umat muslim dan Yahudi, sesuai dengan firman Allah Al-Maidah ayat 2:
...وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ ٢
2....Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.

Keempat, prinsip perdamaian antara muslim dan Yahudi, sesuai dengan firman Allah Al-Hujurat ayat 9-10:
وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱقۡتَتَلُواْ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَهُمَاۖ فَإِنۢ بَغَتۡ إِحۡدَىٰهُمَا عَلَى ٱلۡأُخۡرَىٰ فَقَٰتِلُواْ ٱلَّتِي تَبۡغِي حَتَّىٰ تَفِيٓءَ إِلَىٰٓ أَمۡرِ ٱللَّهِۚ فَإِن فَآءَتۡ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَهُمَا بِٱلۡعَدۡلِ وَأَقۡسِطُوٓاْۖ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ ٩ إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٞ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ ١٠
9. Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil
10. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat

Kelima, prinsip saling menghormati dalam hidup bertetangga, sesuai dengan firman Allah An-Nisaa ayat 36:
وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡ‍ٔٗاۖ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗا وَبِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡجَارِ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡجَارِ ٱلۡجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلۡجَنۢبِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخۡتَالٗا فَخُورًا ٣٦
36. Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri

Piagam ini sangat membantu dalam memperkuat pertahanan Madinah. Hak semua penduduk Madinah menjadi sama. Keuntungan dan kerugian, kemenangan dan kekalahan mereka menjadi milik bersama. Semua bersatu untuk kepentingan dan pertahanan bersama. Suku-suku yang bertetangga memahami sepenuhnya arti penting perjanjian segitiga tersebut dan tidak ada kelompok yang memikirkan untuk menyerang satu sama lain (Rahman, 2002: 273).
Prinsip Piagam Madinah di atas adalah rangkuman dari berbagai pasal yang ada didalamnya. Jika dilihat lebih dalam, prinsip dalam Piagam Madinah ini secara tidak langsung sejalan dengan apa yang dikehendaki oleh multikulturalisme. Dengan prinsip ini Rasulullah mampu membuat masyarakat multikultural yang mampu hidup berdampingan, saling menghormati dan toleransi satu sama lain. Oleh karena itu menurut penulis Piagam Madinah ini adalah suatu sumbangsih terbesar sebagai contoh dalam pembangunan masyarakat.
3.    Konsep Pancasila
Istilah pancasila pertama kali diperkenalkan pada masa Kerajaan Majapahit oleh Empu Tantular. Pancasila berasal dari bahasa Sansakerta, ialah bahasa kesustraan Hindu Kuno. Ia terdiri dari dua kata, iaitu: Panca yang berarti Lima, dan Sila yang berarti dasar. Jadi, Pancasila berarti lima dasar (Syihab, 2012:43).
Pancasila merupakan landasan idealisme Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sila-sila dalam pancasila yang merupakan kebenaran yang hakiki perlu diwujudkan oleh bangsa Indonesia (Sumarsono, 2005:44).
Adapun sila-sila dalam pancasila adalah sebagai berikut:
Sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa, dalam pancasila pada prinsipnya menegaskan bahwa bangsa Indonesia dan setiap warga negara harus mengakui adanya tuhan. Oleh karena itu, setiap orang dapat menyembah tuhan-nya sesuai dengan keyakinannya masing-masing (MPR, 2012:45). Sila ini sesuai dengan firman Allah surah Al-Ikhlas ayat 1 dan Al-Baqarah ayat 256:
قُلۡ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ ١
1. Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa

لَآ إِكۡرَاهَ فِي ٱلدِّينِۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشۡدُ مِنَ ٱلۡغَيِّۚ فَمَن يَكۡفُرۡ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَاۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ٢٥٦
256. Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui

Dengan sila pertama ini, tidak ada masyarakat yang tidak memiliki Tuhan ataupun tidak mempercayai adanya tuhan. Layaknya PKI (Partai Komunis Indonesia) yang anti tuhan (Tim Penyusun Puslit, 2000:22). Dengan demikian jika PKI berkembang di Indonesia, maka perlu dipertanyakan kepancasilaannya.
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, dalam pancasila pada prinsipnya menegaskan bahwa kebangsaan Indonesia merupakan bagian dari kemanusiaan universal, yang dituntut mengembangkan persaudaraan dunia berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang berkeadilan dan beradab (MPR, 2012:51). Dan di sila inipun dijunjung tinggi keadilan dan akhlak yang baik. Sesuai dengan firman Allah An-Nahl ayat 90 yang telah dijelaskan dlam konsep di Piagam Madinah.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia, pada prinsipnya persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi sosial budaya dan keamanan. Persatuaan Indonesia adalah persatuan kebangsaan Indonesia yang dibentuk atas bersatunya beragam latar belakang sosial, budaya, politik, agama, suku, bangsa, dan ideologi yang mendiami wilayah Indonesia bersepakat menyatakan sebagai satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa yang di dorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat dengan satu bendera Negara, satu bahasa Negara, satu Lambang Garuda Pancasila, serta satu lagu kebangsaan Indonesia Raya (MPR, 2012:64). Sila ini sejalan dengan firman Allah Al-Hujurat ayat 13:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ ١٣
13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal

Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan perwakilan, pada prinsipnya sila ini dalam pancsila menegaskan bahwa bangsa Indonesia akan terus memelihara dan mengembangkan semangat bermusyawarah untuk mencapai mufakat dalam perwakilan. Bangsa Indonesia akan tetap memelihara dan mengembangkan kehidupan demokrasi. Bangsa Indonesia akan memelihara serta mengembangkan kaerifan dan kebijaksanaan dalam bermusyawarah (MPR, 2012:68). Sesuai dengan firman Allah Asy-Syuura ayat 38:
وَٱلَّذِينَ ٱسۡتَجَابُواْ لِرَبِّهِمۡ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَمۡرُهُمۡ شُورَىٰ بَيۡنَهُمۡ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ ٣٨
38. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka
Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indoenesia, pada prinsipnya berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik material maupun spiritual bagi seluruh rakyat Indonesia.
Secara umum, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berarti bahwa setiap orang Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
Prinsip keadilan adalah inti dari moral ketuhanan, landasan pokok perikemanusiaan, simpul persatuan, matra kedaulatan rakyat. Di satu sisi, perwujudan keadilan sosial itu harus mencerminkan imperatif etis keempat sila lainnya. Sila kelima: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia diliputi dan dijiwai oleh sila-sila Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (MPR, 2012:80-81). Sejalan dengan firman Allah Adz-Dzariyat ayat 19:
وَفِيٓ أَمۡوَٰلِهِمۡ حَقّٞ لِّلسَّآئِلِ وَٱلۡمَحۡرُومِ ١٩
19. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian
4.    Komparasi Piagam Madinah dan Pancasila
Dari penjelasan dua konsep di atas, dapat diambil beberapa persamaan dan beberapa perbedaan, dengan kajian Komparasi. Adapun persamaan dalam dua konsep di atas adalah:
Pertama, kedua konsep tersebut dibangun berdasarkan untuk sama-sama membentuk masyarakat yang multikultural, yang mampu hidup berdampingan dan saling menghormati, dengan beragamnya kondisi saat itu. Atau bisa juga disebut membangun persatuan.
Kedua, kedua konsep tersebut sama-sama dibangun di atas masyarakat yang beragam, baik budaya, suku, maupun agama.
Ketiga, kedua konsep tersebut sama-sama tidak bertentangan dengan ajaran yang tercantum dalam Al-Qur’an.
Keempat, sama menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan, keadilan, musyawarah, persatuan akhlak dan saling menghargai.
Adapun perbedaan daripada dua konsep di atas adalah:
Pertama, konsep piagam madinah dijalankan oleh seseorang pemimpin yang mampu mengelola dengan maksimal piagam madinah tersebut. Sedangkan Pancasila saat ini dijalankan oleh suatu lembaga tertentu yang kurang maksimal dalam pengelolaannya, baik itu dari segi pengelolaan dalam dunia pendidikan maupun pelaksanaannya.
Kedua, konsep piagam madinah sangat dijujung tinggi oleh masyarakat saat itu sehingga memahami antara golongan satu sama lain. Sedangkan Pancasila saat ini, menurut hemat penulis hanya menjadi sebuah tulisan yang terpapar di dada burung garuda yang dikakinya mencengkram akan Bhinneka Tunggal Ika, yang tidak mempunyai nilai apapun kecuali hanya sebuah gambar dan tulisan.
Maka dari itu, yang pertama kali dilakukan untuk membangun masyarakat multikultural berdasarkan kajian Komparasi untuk menjalankan pancasila sebagaimana yang dilakukan Rasulullah pada piagam Madinah adalah:
Pertama, menjadikan suatu lembaga tertentu saat ini, mampu menjalankan serta memaksimalkan konsep pancasila tersebut, baik dari segi pengelolaan dalam dunia pendidikan maupun pelaksanaannya.
Kedua, mengaplikasikan lagi nilai-nilai pancasila, baik melalui proses berpikir maupun bertindak. Setidaknya sekolah dasar adalah langkah awal untuk mengaplikasikan kembali nilai-nilai pancasila yang hampir lenyap.
C.    Penutup
Masyarakat multikultural adalah masyarakat yang mampu hidup berdampingan, saling menghargai dan mengormati di atas keberagaman. Masyarakat multikultural ini adalah buah hasil daripada multikulturalisme.
Dalam Islam mempunyai konsep piagam madinah untuk membangun masyarakat multikultural, sedangkan Indonesia juga mempunyai konsep pancasila untuk membangun masyarakat multikultural juga. Akan tetapi dalam pengaplikasiannya persen keberhasilan lebih tinggi piagam madinah dibanding pancasila.
Oleh karena itu, untuk membangun masyarakat yang multikultural yang mengacu pada nila-nila dari sila pancasila, perlunya mengikuti bagaimana konsep yang dilakukan oleh Rasulullah di Madinah.
Pertama, perlunya suatu lembaga yang mampu mengelola dan menjalankan dengan secara maksimal.
Kedua, perlunya mengaplikasikan nilai-nilai pancasila, agar nilai-nilai sila ini tidak hanya sebagai tulisan maupun gambar melainkan sebuah ideologi negara yang masyarakatnya sadar akan hal itu.
Kedua hal di atas, merupakan kekurangan daripada metode pengaplikasian pancasila.

No comments:

Post a Comment