Pada umumnya apabila seseorang telah menunaikan kewajibannya, mungkin
saja dia melakukan hal-hal yang kurang layak. Hal tersebut memang tidak
sampai membatalkan kewajiban itu, namun menyebabkannya tidak sempurna
sebagaimana yang diinginkan oleh Allah yang Maha Bijaksana. Oleh karena
itu, untuk mengembalikannya menjadi sempurna, melaksanakan sebagaimana
yang diinginkan oleh Allah, dan mengantisipasi terjadinya
kekurangan-kekurangan pada kewajiban tersebut, maka Allah mensyariatkan
puasa sunah untuk beberapa hari lamanya, agar kewajiban yang telah dia
lakukan menjadi murni tanpa dicampuri oleh apa pun.
Sementara itu,
di sana ada beberapa hal lain yang disunnahkan padanya melakukan puasa
sunah karena suatu hikmah yang diinginkan oleh Allah. Di antaranya
adalah puasa hari Arafah, yang disunnahkan agar orang yang berpuasa
tenggang rasa memikirkan orang-orang yang pada hari itu sedang berada di
Arafah, mereka memenuhi panggilan Allah dan meminta ampun serta rahmat
dari-Nya. Sehingga, orang yang berpuasa itu menjadi rindu kepada
tempat-tempat suci tersebut. Dengan demikian, dia pun dapat bersama-sama
para jamaah haji mendapatkan pahala p rahmat dari Allah SWT.
Diantaranya
lagi adalah puasa Asyura, yaitu hari kemenangan Nabi Musa a.s yang atas
kemenangan tersebut Nabi Musa mengucapkan syukur kepada Allah SWT. Jadi
orang yang berpuasa pada hari itu, berarti ia bersama-sama Nabi Musa
a.s mengucapkan syukur dan mendapatkan pahala yang sangat besar.
Diantaranya
lagi, puasa enam hari di bulan Syawwal. Karena berpuasa di hari
tersebut memiliki keutamaan sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah
hadits Rasulullah, “barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan, lalu
dia lenjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, maka seakan-akan
dia telah berpuasa selama satu tahun”.
Puasa sunnah ini bagaikan
sunnah rawatib bagi puasa wajib, yang mana puasa tersebut disyariatkan
agar dapat memurnikan puasa ramadhan dari hal-hal yang dapat mengurangi
nilainya disisi Allah. Adapun kenapa puasa bulan Ramadhan yang
dilanjutkan dengan enam hari di bulan Syawwal disamakan dengan puasa
satu tahun, karena jumlah semuanya adalah tiga puluh enam hari.
Sedangkan Allah menjadikan satu kebaikan menjadi sepuluh kali lipat.
Jadi apabila tiga puluh enam dikalikan sepuluh, maka menjadi tiga ratus
enam puluh hari. Dan itulah jumlah selama satu tahun.
Para nabi
terdahulu senang memperbanyak puasa sunnah. Nabi Nuh a.s melaksanakan
puasa sunnah sepanjang tahun. Nabi Daud a.s berpuasa satu hari dan
berbuka di hari kemudiannya, begitulah seterusnya. Nabi Isa a.s berpuasa
dua hari sekali (satu hari puasa lalu dua hari kemudian tidak berpuasa,
dan seterusnya). Begitulah halnya kebiasaan yang dilakukan oleh
Rasulullah. Beliau berpuasa sampai-sampai orang mengatakan bahwa beliau
tidak akan berbuka, dan beliau berbuka sampai-sampai orang mengatakan
bahwa beliau tidak akan berpuasa.
hikmah perbedaan
puasa sunnah diantara nabi, karena dilatarbelakangi oleh perbedaan
situasi dan kondisi. Di samping itu, puasa adalah tiryaaq (penawar) jiwa. Dan, tentunya penawar hanya digunakan berdasarkan kebutuhan.
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwasanya orang yang senang melakukan
puasa sunnah, berarti senang mengikuti sunnahnya nabi dan rasul.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Al-Jarjawi, Ali. Indahnya Syariat Islam.Depok:Gema Insani, 2006.
No comments:
Post a Comment