BAB II
PEMBAHASAN
A.
Buruk Sangka
حَدِيْثُ أَبِي هُرَيْرَةَ ر.ض : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص.م قَالَ: إِيَّاكُمْ
وَالظَّنِّ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ. وَلاَ تَحَسَّسُوْا، وَلاَ
تَجَسَّسُوْا، وَلاَ تَنَاجَشُوْا، وَلاَ تَحَاسَدُوْا، وَلاَ تَبَاغَضُوْا، وَلاَ
تَدَابَرُوْا، وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا.
Artinya:
“Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah SAW, bersabda,
”Jauhilah oleh kalian berprasangka, karena prasangka itu perkataan yang paling
dusta, janganlah kalian mencari-cari berita, keburukan, menambah-nambahkan
barang yang tidak ingin dibelinya, hasud, membenci, membelakangi, tetapi
jadilah hamba Allah yang bersaudara”.(Riwayat Bukhari Muslim).[1]
Buruk sangka di dalam agama Islam
disebut suuzan. Kebalikannya adalah Husnuzan artinya baik sangka. Buruk sangka
akan mendapatkan dosa, karena akan merusak keharmonisan rumah tangga, keluarga,
maupun keharmonisan kehidupan masyarakat.[2]
Hadits tersebut memberi peringatan
dan pelajaran kepada kita semua, banyak
terjadi persengketaan dalam bermasyarakat karena sikap buruk sangka.
Kadang-kadang masalah kecil bisa menjadi besar sehingga timbul rasa dengki dan
dendam yang berkepanjangan. Oleh sebab itu, setiap orang yang ingin mendapat
ridha Allah hendaklah selalu berprasangka baik (husnuzon).[3]
Allah SWT menyerukan kepada
orang-orang yang beriman agar menjauhi prasangka, karena prasangka itu termasuk
dosa dan kesombongan.[4]
Allah SWT berfirman dalam Suah
Al-Hujurat ayat 12 :
12. Hai orang-orang yang
beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari
purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Dikatakan
dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Salman
Al-Farisi yang bila selesai makan, suka terus dan mendengkur. Pada waktu itu
ada orang yang mempergunjingkan perbuatannya. Maka turunlah ayat ini yang
melarang seseorang untuk mengumpat dan menceritakan keaiban orang lain.[5]
B.
Ghibah dan
Buhtan
1.
Ghibah
حدّ ثنا يحيى بن أيّوب وقتيبة وابن حجر قالوا: حدّثنا أسماعيل عن
العلاء, عن أبيه, عن أبى هريرة أنّ رسول الله صلّى الله عليه وسلّم قال: أتدرون
ماالغيبة؟ قالوا: الله ورسوله أعلم. قال ذكرك أخاك بمايكره. قيل: أفرأيت أن كان فى
أخى ما أقول؟ قال: أن كان فيه ما تقول فقد اغتبته, وأن لم يكن فيه فقد بهته.
Yahya bin Ayyub, Qutaibah dan ibnu Hujr menceritakan kepada kami,
mereka berkata: Isma’il menceritakan kepada kami dari Al Ala’, dari ayahnya,
dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tahukah kalian apa itu
Ghibah (menggunjing)?” Para sahabt menjawab, “Allah dan Rasul-Nya tentu lebih
tau. “Beliau bersabda, “Yaitu penuturanmu terhadap saudaramu tentang sesuatu
yang tidak dia sukai.” Ditanyakan: “Bagaimana pendapat anda jika yang aku
katakan memang benar ada pada saudaraku itu?” Beliau menjawab, “Jika padanya
memang terdapat apa yang engkau sebut-sebut itu, maka sesungguhnya engkau telah
menggunjingnya. Tapi jika itu tidak ada pada dirinya, maka sesungguhnya sengkau
telah menfitnahnya.[6]
Tentang penjelasan hadits di atas
yang dimaksud Ghibah disitu adalah kamu menyebut-nyebut seseorang ketika orang
itu tidak ada, tentang sesuatu yang tidak di sukainya.[7]
كلّ المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه
“Setiap muslim terhadap muslim
lainnya itu haram darahnya, hartanya, dan kehormatanny”. [HR. Muslim][8]
أيّاكم والغيبة فانّ الغيبة اشدّ من الزّنافانّ الرّجل
قد يزنى و يتوب فيتوب الله سبحانه عليه وأنّ صاحب الغيبة لايغفر له حتّى يغفر له
صاحبه
“Hindarilah
mengumpat! Sesungguhnya mengumpat itu lebih berat daripada zina. Sesungguhnya
kadangkala seseorang berzina tetapi bertaubat. Dan sesungguhnya pengumpat itu
tidak akan di ampuni dosanya hingga ia diampuni oleh orang yang di umpat [HR.
Ibnu Abid Dun-ya dan Ibnu Habibah][9]
Allah SWT
berfirman Al-Hujurat ayat 12:
12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu
dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah
seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Ghibah adalah menyebut sesuatu tentang orang
lain yang akan membuatnya (orang lain itu) marah bila mendengarnya, baik itu
berhubungan dengan kekurangan jasmani, keturunan, sifat, perbuatan, agama, atau
dunianya, bahkan yang berkaitan dengan pakaian, rumah, atau ternaknya.[10]
Contoh
kekurangan jasmani adalah menyebutnya juling, rabun, terlalu pendek, terlalu
tinggi, dan cacat jasmani lainnya. Yang berkaitan dengan garis keturunan,
misalnya dengan mengatakan bahwa ayahnya fasik, tukang sepatu, tukang sampah,
dan semacamnya. Yang berkaitan dengan sifat, misalnya dengan mengatakan dia
pelit, sombong, suka pamer, pengecut, dan sifat-sifat sejenis. Yang berkaitan
dengan perbuatan yang berhubungan dengan agama, misalnya dengan mengatakan dia
pencuri, pembohong, peminum khamr, pengkhianat, orang yang tidak berbakti
kepada orang tua, dan sebagainya. Yang berkaitan dengan perbuatan yang
berhubungan dengan dunia, misalnya dengan mengatakan dia tidak sopan, egois,
cerewet, banyak tidur, dan lain-lain. Yang berkaitan dengan pakaian, misalnya
dengan mengatakan pakaiannya kotor, sorbannya kebesaran, dan sejenisnya. Semua
ini termasuk dalam kategori ghibah.[11]
Termasuk
mengumpat adalah jika engkau mengatakan, “sebagian orang telah lewat di sini
hari ini. “ lalu orang yang engkau ajak bicara itu mengetahui apa yang kau
maksudkan (orang yang kau bicarakan), maka hal itu termasuk mengumpat. Namun
jika orang yang kau ajak bicara tidak memahami siapa orang yang kau bicarakan,
maka bukanlah termasuk mengumpat.[12]
Termasuk
mengumpat ialah jika engkau kagum apabila mendengarkan kata-kata yang bernada
umpatan. Karena engkau menampakkan kekagumanmu, maka orang yang mengumpat itu
semakin bersemangat dalam melakukan kekjiannya. Ia merasa terdorog untuk
meningkatkan umpatannya. Misalnya engkau mnanggapi, “aku juga heran, mengapa si
Fulan itu demikian. Padahal selama ini kukena dia adalah orang yang baik. Aku
tidak menduga sama sekali. Mudah-mudahan Allah menyelamatkan kita dari
bencananya.[13]
Sesungguhnya
semua itu merupakan ungkapan yang membenarkan dan mendukuung orang mengumpat.
Padahal jika engkau mendukung dan membenarkan orang mengumpat, maka engkau
termasuk ikut mengumpat pula. Bahkan jika engkau diam sekalipun di hadapan
pengumpat, masih saja dirimu dianggap ikut mengumpat.[14]
Allah
SWT berfirman Al-An’am:
68. Dan apabila kamu melihat orang-orang
memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, Maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka
membicarakan pembicaraan yang lain. dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan
larangan ini), Maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu
sesudah teringat (akan larangan itu).
Rasulullah Saw
bersabda:
المستمع احد
المغتابين
“orang
yang mendengarkan umpatan adalah salah seorang dari dua orang yang mengumpat.
[HR. Abul Abbas Ad Daghuli].[15]
Ada
beberapa factor yang menyebabkan seseorang untuk melakukan ghibah, diantaranya
adalah:
Melampiaskan
amarah, dimana bila sesorang marah karena suatu sebab, dia akan melampiaskan
amarahnya dengan menyabut keburukan orang yang membuatnya marah.[16]
Membela
diri, dimana bila seseorang merasa bahwa orang lain akan menjelekkan dirinya
atau member kesaksian yang memberatkan dirinya, maka dia mendahului dengan
menyebut aib orang tersebut demi meemahkannya.[17]
Membanggakan
diri, dimana bila seseorang hendak mengunggukan diri dengan merendahkan orang lain.
Misalnya dia berkata, si Fulan bodoh dan pendapatnya lemah. Dengan tujuan
menunjukkan diri sebagai yang ebih unggul ketimbang orang itu.[18]
Iri
dan dengki, dimana ketika seseorang merasa iri terhadap orang lain yang dipuji
dan disukai. Salah satu cara untuk melenyapkannya ialah dengan memburukkan
citranya, sebab dia tidak tahan mendengar pujian atas orang itu.[19]
Rasa
heran dan takjub, kadangkala, rasa heran karena seseorang melakukan sesuatu
malah mengakibatkan seseorang terjerumus kedalam ghibah. Misalnya dia berkata
“sungguh mengherankan apa yang dilakukan si Fulan” boleh jadi, dia benar bena
heran, namun semestinya dia tidak perlu menyebut nama pelaku dosa itu. Akan
tetapi, setan telah memperdaya dan membuatnya menyebut nama orang itu sehingga
secara tidak sadar telah menggunjingnya.[20]
Rasa
iba terhadap orang lain, adakalanya seseorang merasa kasihan atas sesuatu yang
menimpa orang lain. Mungkin saja dia benar benar kasihan, tetapi rasa ini
membuatnya menyebut nama orang itu sehingga dia telah menggunjingnya.[21]
Selain Ghibah itu di Haramkan, ghibah juga ada yang
diperbolehkan, seperti:
1. Jika seseorang merasa terdzalimi. Boleh
baginya mengadukan kedzaliman yang dia terima kepada aparat, hakim atau pihak
lain yang mempunyai wewenang untuk mencegah orang yang mendzaliminya. Dia boleh
mengatakan “Si Fulan telah menzhalimiku,” atau “Si Fulan telah melakukan anu
padaku.”
2. Untuk meminta
bantuan dalam merubah kemungkaran, dan mengarahkan pelaku maksiat untuk kembali
berbuat benar. Misalnya dengan mengatakan kepada orang yang dianggap mampu
mencegah kemungkaran “seseorang melakukan perbuatan ini, tolong anda cegah”
3. Untuk meminta
fatwa atau nasihat. Misalnya mengatakan “temanku telah berbuat ini pada saya,
bagaimana cara untuk melepasnya”
4. Telah Untuk mengingatkan umat Islam dari perbuatan buruk. Salah satu
contohnya di dalam ilmu hadits dikenal istilah Jarh, sifat negatif yang
dimiliki seorang perawi hadits.
Sifat ini wajib dikemukakan untuk mengamankan mata rantai hadits Rasulullah.
5. Menceritakan
seseorang yang melakukan kefasikan atau perbuatan bidah secara terang-terangan.
6. Mengenalkan
seseorang dengan suatu sifat
atau cirri fisik dengan syarat kalau tidak dijelaskan dengan cara tersebut
orang yang kita maksud tidak dikenali. Misalnya, si tuli, si bisu, si pendek, si buta.[22]
2.
Buhtan
Buhtan adalah ucapan yang keluar dari mulut kita tentang keburukan
seseorang tetapi tidak benar adanya ataupun berlawanan dengan kenyataan yang
ada. Buhtan bisa disebut juga bohong atau mengada-ada.[23]
Allah SWT berfirman dalam surah Al-Hujurat
ayat 6:
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä bÎ) óOä.uä!%y` 7,Å™$sù :*t6t^Î/ (#þqãY¨t6tGsù br& (#qç7ŠÅÁè? $JBöqs% 7's#»ygpg¿2 (#qßsÎ6óÁçGsù 4’n?tã $tB óOçFù=yèsù tûüÏBω»tR ÇÏÈ
6.
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu
berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu.
Dalam suatu riwayat dikemukan bahwa
al-Harits menghadap Rasulullah SAW..beliau mengajaknya untuk masuk Islam. Ia
pun ikrar menyatakan diri masuk Islam. Rasulullah mengajaknya untuk
mengeluarkan zakat, ia pun menyanggupi kewajiban itu, dan berkata: “Ya
Rasulullah, aku akan pulang ke kaumku untuk mengajak mereka masuk Islam dan
menunaikan zakat. Orang-orang yang mengikuti ajaranku, akan aku kumpulkan
zakatnya. Apabila telah tiba waktunya, kirimlah utusan untuk mengambil zakat
yang telah kukumpulkan itu.[24]
Ketika al-Harits telah banyak mengumpulkan
zakat, dan waktu yang sudah ditetapkan pun telah tiba, tak seorang pun utusan
yang menemuinya. Al-Harits mengira telah terjadi sesuatu yang menyebabkan
Rasulullah SAW marah kepadanya. Ia pun memanggil para hartawan kaumnya dan
berkata: “Sesungguhnya Rasulullah telah menetapkan waktu untuk mengutus
seseorang untuk mengambil zakat yang telah ada padaku, dan beliau tidak pernah
menyalahi janjinya. Akan tetapi saya tidak tahu mengapa beliau menangguhkan
utusannya itu. Mungkinkah beliau marah? Mari kita berangkat menghadap
Rasulullah SAW”.[25]
Rasulullah SAW, sesuai dengan waktu
yang telah ditetapkan, mengutud al-Walid bin Uqbah untuk mengambil dan menerima
zakat yang ada pada al-Harits. Ketika al-Walid berangkat, di perjalanan hatinya
merasa gentar, lalu ia pun pulang sebelum sampai ke tempat yang dituju. Ia
melaporkan (laporan palsu) kepada Rasulullah bahwa al-Harits tidak mau
menyerahkan zakat kepadanya, bahkan mengancam akan membunuhnya.[26]
Kemudian Rasulullah mengirim utusan
berikutnya kepada al-Harits di tengah perjalanan, utusan itu berpapasan dengan
al-Harits dan sahabat-sahabatnya yang tengah menuju ke tempat Rasulullah.
Setelah berhadap-hadapan, al-Harits menanyai utusan itu: “Kepada siapa engkau
diutus? Utusan itu menjawab: “Kami diutus kepadamu” Dia bertanya: “Mengapa?”
Mereka menjawab: sesungguhnya Rasulullah telah mengutus al-Walid bin Uqbah.
Namun, ia mengatakan bahwa engkau tidak mau menyerahkan zakat, bahkan bermaksud
membunuhnya. Al-Harits menjawab: “Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan
sebenar-benarnya, aku tidak melihatnya. Tidak ada yang datang kepadaku.”[27]
Ketika mereka sampai di hadapan
Rasulullah SAW, bertanyalah beliau “mengapa engkau menahan zakat dan akaan
membunuh utusanku? Al-Harits menjawab: “Demi Allah yang telah mengutus engkau
dengan sebenar-benarnya, aku tidak berbuat demikian.” Maka turunlah ayat ini
sebagai peringatan kepada kaum mukminin agar tidak hanya menerima keterangan
dari sebilah pihak saja.[28]
Rasulullah SAW bersabda:
عَنِ
عَبْدِ اللهِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: عَلَيْكُمْ بِالصّدْقِ فَاِنَّ
الصّدْقَ يَهْدِى اِلىَ اْلبِرّ وَ اِنَّ اْلبِرَّ يَهْدِى اِلىَ اْلجَنَّةِ. وَ
مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَ يَتَحَرَّى الصّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ
اللهِ صِدّيْقًا. وَ اِيَّاكُمْ وَ اْلكَذِبَ فَاِنَّ اْلكَذِبَ يَهْدِى اِلىَ
اْلفُجُوْرِ وَ اِنَّ اْلفُجُوْرَ يَهْدِى اِلىَ النَّارِ. وَ مَا يَزَالُ
الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَ يَتَحَرَّى اْلكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ
كَذَّابًا. مسلم
Dari ‘Abdullah (bin Mas’ud), ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Wajib atasmu berlaku
jujur, karena sesungguhnya jujur itu membawa kepada kebaikan dan sesungguhnya
kebaikan itu membawa ke surga. Dan
terus-menerus seseorang berlaku jujur dan memilih kejujuran sehingga dicatat di
sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhkanlah dirimu dari dusta, karena
sesungguhnya dusta itu membawa kepada kedurhakaan, dan sesungguhnya durhaka itu
membawa ke neraka. Dan
terus menerus seseorang berdusta dan memilih yang dusta sehingga dicatat di
sisi Allah sebagai pendusta”.
[HR. Muslim][29]
Adapun
beberapa pendapat para sahabt tentang bahaya dusta adalah sebagai berikut:
Ali
ra. Berkata: kesalahan terbesar di sisi Allah adalah lisan yang suka berbohong.
Sedangkan penyesalan yang paling jelek adalah penyesalan pada hari kiamat.[30]
Umar ra. Berkata: orang yang paling
kami cintai sebelum kami mengenalnya adalah adalah orang yang paling baik
namanya. Apabila kami telah mengenalnya, maka yang kami paling cintai adalah
orang yang paling baik akhlaknya. Jika kami telah berbicara dengannya, maka
yang paling kami cintai adalah yang paling jujur perkataannya dan paling besar
amanatnya.[31]
C.
Larangan Boros
Kata boros dalam bahasa arab sering disebut dengan
“Israf”, yang berarti hidup berlebih-lebihan, atau dapat didefinisikan sebagai
suatu perbuatan, ucapan atau tingkah laku manusia yang melebihi batas kewajaran
atau keperluan.[32]
Allah
SWT berfirman dalam surah al-Isra ayat 26-27:
26. Dan
berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin
dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros.
27.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan
itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
Dalam
suatu riwayat dikemukakan, ketika turun ayat 26 ini, Rasulullah memberikan
tanah di Fadak keapada Fatimah.[33]
Dari Abu Hurairah, ia berkata
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ
يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلاَثًا فَيَرْضَى لَكُمْ أَنْ
تَعْبُدُوهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ
جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَكَثْرَةَ
السُّؤَالِ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ
“Sesungguhnya Allah meridlai
tiga hal bagi kalian dan murka apabila kalian melakukan tiga hal. Allah ridha
jika kalian menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun,
dan (Allah ridla) jika kalian berpegang pada tali Allah seluruhnya dan kalian
saling menasehati terhadap para penguasa yang mengatur urusan kalian. Allah
murka jika kalian sibuk dengan desas-desus, banyak mengemukakan pertanyaan yang
tidak berguna serta membuang-buang harta.” (HR. Muslim no.1715)[34]
Artinya : Dari Jabir r.a
bahwasanya Rosulullah saw bersabda : “Apabila suapan salah seorang diantara
kamu sekalian itu terjatuh maka ambillah dan bersihkan kotoran yang melekat
padanya serta makanlah dan janganlah ia mengusap tangannya dengan sapu tangan
(mencuci tangan) sebelum ia membersihkan sisa-sisa makanan yang menempel pada
jari-jarinya karena sesungguhnya ia tidak mengetahui bagian manakah itu yang mengandung
berkah”. (HR Muslim).[35]
Hadis diatas memberikan isyarat bahwa sesuatu
yang masih dapat memberikan manfaat dalam hidup ini tidak boleh disia-siakan
suatu contoh makanan yang menempel pada jari-jari sebelum dicuci tangan itu
harus diusahakan dimakan sisa-sisanya.[36] Pemboros
artinya membelanjakan harta, atau membeli sesuatu tanpa dipikirkan kegunaanya.
Orang yang boros akan membeli apa saja menurut selera yang muncul pada waktu
itu. Kadang-kadang barang yang dibeli itu tidak sebenarnya sudah ada dan masih
bisa digunakan. Namun barang-barang yang sudah lama itu tidak dipakai lagi
bahkan dibuang begitu saja. Demikianlah keinginana itu selalu muncul dan akan
dipenuhinya., selama masih ada uang. Kalau uangnya habis ia akan berusaha
sekuat tenaga walau apapun yang terjadi. Dia mudah tergoda oleh setan sehingga
berat untuk meninggalkanya.[37] Sifat boros bukan hanya
terdapat pada harta, tetapi dapat juga terjadi dalam hal yang lain. Misalnya
boros dalam penggunaan tenaga, boros dalam penggunaan listrik, boros dalam
memakai air, melakukan suatu hal yang tidak bermanfaat, membuang-buang waktu
dan banyak lagi contoh-contoh lain yang termasuk boros.[38] Allah tidak menyukai
orang-orang yang boros. Pemboros-pemboros sudah dicap oleh Allah sebagai teman
setan. Jadi orang-orang yang boros kelakuannya sama dengan setan dan cocok
menjadi teman setan. [39] Rosulullah
telah memberikan contoh kepada kita untuk tidak boros. Mulai dari pakaian yang
dipakainya, hartanya dan lain sebagainya. Nabi Muhammad saw tidak pernah boros
bahkan memanfaatkan apa-apa yang masih bisa digunakan.[40] Cara
mengatasi sifat boros ini adalah dengan berhemat dan yang lebih penting lagi
kita harus menyadari bahwa harta, kekayaan (dunia) tidak dapat kita bawa ke
akhirat nanti, yang akan kita bawa adalah amalan dan perbuatan yang telah kita
lakukan di dunia. Untuk itu mulai dari sekarang kita harus bisa berhematdan
membiaskannya. Berhemat tidak sama dengan kikir. Orang yang berhemat tidak
menghambur-hamburkan harta untuk keperluan yang tidak penting. Orang yang kikir
bakhil adalah orang yang susah mengeluarkan uangnya kecuali terpaksa.[41] Nabi
Muhammad saw bukan hanya mencontohkan kepada makanan saja tetapi juga pada
waktu. Didalam hadis ini nabi muhammad saw sangat menghargai makanan walau
hanya sisa-sisa makanan yang menempel dijari dan makanan yang telah jatuh juga
diambil kembali karena nabi muhammad saw begitu menghargai nikmat.[42] Perbuatan
boros adalah gaya hidup gemar berlebih-lebihan dalam menggunakan harta, uang
maupun sumber daya yang ada demi kesenangan saja. Dengan terbiasa berbuat boros
seseorang bisa menjadi buta terhadap orang-orang membutuhkan di
sekitarnya,sulit membedakan antara yang halal dan yang haram,mana boleh mana
tidak boleh dilakukan, dan lain sebagainya. Alloh SWT menyuruh kita untuk hidup
sederhana dan hemat, karena jika semua orang menjadi boros maka suatu bangsa
bisa rusak/hancur.[43]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Buruk
sangka di dalam agama Islam disebut suuzan. Kebalikannya adalah Husnuzan
artinya baik sangka. Buruk sangka akan mendapatkan dosa, karena akan merusak
keharmonisan rumah tangga, keluarga, maupun keharmonisan kehidupan masyarakat.
Ghibah adalah menyebut sesuatu tentang orang lain yang
akan membuatnya (orang lain itu) marah bila mendengarnya, baik itu berhubungan
dengan kekurangan jasmani, keturunan, sifat, perbuatan, agama, atau dunianya,
bahkan yang berkaitan dengan pakaian, rumah, atau ternaknya.
Buhtan adalah
ucapan yang keluar dari mulut kita tentang keburukan seseorang tetapi tidak
benar adanya ataupun berlawanan dengan kenyataan yang ada. Buhtan bisa disebut
juga bohong atau mengada-ada.
Kata boros
dalam bahasa arab sering disebut dengan “Israf”, yang berarti hidup
berlebih-lebihan, atau dapat didefinisikan sebagai suatu perbuatan, ucapan atau
tingkah laku manusia yang melebihi batas kewajaran atau keperluan.
B.
Saran
Hendaklah kita
semua menjauhi semua perbuatan yang di atas. Dan bertkwalah kepada Allah agar
Allah selalu membantu kita menjauhi larangan tersebut.
[1] Muhammad Fuad
Abdul Baqi, Al LU’LU WAL MARJAN, Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2008, hal.
610
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] K. H. Q. Shaleh, H. A. A. Dahlan, dkk., Asbaabun
Nuzuul, Bandung: CV Penerbit Diponegoro,
2011, hal. 517
[6] Imam An-Nawawi, Syarah
Shahih Muslim Jilid 16, Jakarta: Pustaka Azzam, 2011, hal. 525-526
[7] Ibid., hal. 526
[10] Fidha Kasyani, Mengobati
Penyakit Lisan, Jakarta Selatan: Cahaya, 2008, hal. 57
[11] Ibid., hal.
57-58
[13] Ibid., hal.
168
[14] Ibid., hal.
169
[17] Ibid., hal.
62
[18] Ibid.
[19] Ibid.
[20] Ibid., hal.
63
[21] Ibid.
[23] http://doauntukbunda.blogspot.co.id/2011/12/akhlak-tercela-mazmumah.html dikutip selasa 26 april 2016 pukul 23:55 Wib
[29] http://ahmadsudardi.blogspot.co.id/2013/04/tentang-larangan-berdusta.html dikutip selasa 26 april 2016 pukul 00:42 Wib.
[32] http://radiotanpasuara.blogspot.co.id/2010/06/larangan-boros.html dikutip rabu 27 april 2016 pukul 01:48 wib
[34] https://rumaysho.com/1813-hidup-boros-temannya-setan.html dikutip rabu 27 april 2016 pukul 02:05 wib
[35] http://fadhildarmawi.blogspot.co.id/2014/06/larangan-kikir-dan-boros.html dikutip rabu 27 april 2016 pukul 02:12 wib
No comments:
Post a Comment