Friday, May 20, 2016

Perbandingan Tafsiran Surah QAAF 19-23, AL-HADID 20-21, AL-A'LA 14-17 beserta Kandungannya

Tafsir Ayat
Surah Qaaf ayat 19-23:
            Menurut Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuthi:
            Ayat 19 (Dan datanglah sakaratul maut) yakni kesusahan dan rasa sakit yang memuncak menjelang maut (dengan membawa kebenaran) yakni perkara akhirat, hingga orang-orang yang ingkar kepada hari akhirat dapat melihatnya secara nyata, hal ini termasuk pula hal yang menyakitkan (itulah) kematian itu (hal yang kamu tidak dapat menghindar darinya) yakni tidak dapat melarikan diri dari dirinya.[5]
            Ayat 20 (Dan ditiuplah sangkakala) untuk membangkitkan manusia (itulah) yakni hari peniupan itu itu (hari terlaksananya ancaman) bagi orang-orang kafir, yaitu mereka akan mengalami siksaan.[6]
            Ayat 21 (Dan datanglah) pada hari itu (tiap-tiap diri) ke tempat mereka dikumpulkan yaitu padang mahsyar (bersama dengan dia penggiringnya) yaitu malaikat yang menggiringnya ke padang mahsyar (dan pemberi saksi) yang akan memberikan kesaksian tentang semua amal perbuatannya, yaitu tangan dan kakinya serta anggota-anggota tubuhnya yang lain.[7]
            Ayat 22 (Sesungguhnya kamu) sewaktu di dunia (berada dalam keadaan lalai dari hal ini) yang sekarang menimpa kamu (maka Kami singkapkan daripadamu tutupmu) maksudnya, Kami lenyapkan kelalaianmu dengan apa yang kamu saksikan sekarang ini (maka penglihatanmu pada hari ini tajam) yakni menjadi terang dan dapat melihat apa yang kamu ingkari sewaaktu di dunia.[8]
            Ayat 23 (Dan yang meyertai dia berkata) yakni malaikat yang diserahi tugas mencatat amal perbuatannya (inilah apa) yakni catatan amalmu (yang ada pada sisiku) yakni catatan amalmu yang ada padaku.[9]
            Menurut M. Quraish Shihab:
            Ayat 19 berbicara tentang saat-saat menjelang kematian. Di sini dinyatakan bahwa ketika itu datanglah sakaratul maut dengan haq. Dan saat itu juga dikatakan kepadanya, yakni yang durhaka, atau seluruh manusia bahwa: “itu, yakni kedatangan sakaratul, adalah sesuatu yang haq, pasti, lagi tidak dapat dihindari atau tidak akan berhenti kecuali dengan kematian. Kematian itulah yang engkau, wahai manusia, secar      a naluriah selalu lari menghindar darinya.[10]
            Ayat 20 ayat-ayat berikut menguraikan tentang kebangkitan dari kubur. Yaitu setelah semua manusia mati dan setelah mereka melalui satu alam yang dinamai alam barzakh atau alam kubur. Ayat 20 menyatakan bila tiba masa kebangkitan, ditiuplah oleh malaikat Israfil sangkakala untuk membangkitkan manusia dari kubur. Itulah hari jatuhnya ancaman serta hari terpenuhnya janji Allah SWT.[11]
            Ayat 21 ketika itu manusia bangkit dari kuburnya bagaikan belalang yang tersebar dan datanglah tiap-tiap diri, yang taat dan yang durhaka, ke padang mahsyar bersama dengannya satu penggiring, yakni pengantar atau penghalau dan satu penyaksi.[12]
            Ayat 22 kembali berbiacara tentang saat-saat menjelang ruh akan meninggalkan jasad pendurhaka. Ketika itu dikatakan kepadanya: demi Allah, sungguh engkau ketika hidup di dunia berada dalam keadaan lalai dari apa yang sedang engkau lihat ini, maka kini Kami singkapkan darimu tabir yang menutupi matamu, maka penglihatanmu kini amat tajam, yakni kini engkau dapat melihat dengan mata kepala apa yang engkau tidak lihat ketika hidup di dunia.[13]
            Ayat 23 melanjutkan apa yang akan dialami di hari kemudian. Di sini dinyatakan bahwa yang menyertainya berkata: inilah, telah tersedia catatan amalnya disisiku.[14]
            Menurut Sayyid Quthb:
            Ayat 19 kematian merupakan sesuatu yang diupayakan manusia untuk dihindari atau dijauhkan dari benaknya, namun, bagaimana mungkin hal itu bisa berhasil. Kematian senantiasa mencari. Ia tidak bosannya mencari, tidak pernah terlambat melangkah, dan tidak mengingkari janji. Sakaratul maut bagaikan rombongan kafilah yang merambat di seluruh persendian. Sementara itu, pemandangan terbentang dan manusia mendengar, “itulah yang kamu selalu lari daripadanya”.[15]
            Perhatikanlah kata al-Haq pada ungkapan di atas, kata itu mengisyaratkan bahwa diri manusia melihat kebenaran yang utuh dalam sakaratul maut tanpa hijab. Dia memahami apa yang semula tidak diketahuinya dan yang diingkarinya. Namun, pemahaman ini diraih setelah hilangnya kesempatan, yaitu tatkala penglihatan tidak berguna, pemahaman tidak bermanfaat, tobat tidak diterima, dan keimanan tidak dipertimbangkan. Kebenaran itulah yang dahulu mereka dustakan, sehingga mereka pun berakhir dalam perkara kacau balau. Tatkala mereka memahami dan membenarkannya, pemahaman ini tidak lagi berguna dan bermanfaat sedikitpun.[16]
            Ayat 20 itulah pemandangan yang cukup dihadirkan dalam hati manusia agar dia menuntaskan seluruh perjalanannya di muka bumi dengan cemas, hati-hati dan waspada. Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Bagaimana aku merasakan kenikmatan, padahal pemegang sangkakala telah memasukkan sangkakala itu ke mulutnya, mencondongkan dahinya, dan tengah menanti intruksi?” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yeng mesti kami katakan?” Rasulullah bersabda, “Katakanlah, cukuplah Allah bagi kami. Dia adalah sebaik-baik wakil.” Para sahabat pun berkata, “cukuplah Allah bagi kami. Dia adalah sebaik-baik wakil.”.[17]
            Ayat 21 Datanglah setiap diri yang dalam hal ini adalah diri yang dihisab, diri yang menerima balasan. Dia digiring dan disaksikan oleh seorang malaikat yang dahulu ketika ia di dunia menjadi pencatat dan penulis amalnya. Itulah  pemandangan yang sangat mirip dengan seorang yang digirng ke pengadilan, tetapi bedanya dia berada di hadapan YangMaha Perkasa. Pada situasi yang sangat genting ini, dikatakan kepadanya ayat 22.[18]
            Ayat 22 penglihatanmu menjadi sangat tajam dan kuat tanpa ada sesuatu pun yang menghalanginya. Peristiwa inilah yang dilupakannya. Situasi inilah yang tidak pernah diperhitungkannya. Inilah akhir yang tidak pernah diharapkannya. Sekarang, lihatlah karena pada hari ini penglihatanmu sangat tajam.[19]
            Di sanalah datang teman malaikat itu. Pendapat yang paling shahih mengatakan bahwa teman ini adalah malaikat yang dahulu menyaksikannya, yang membawa riwayat hidupnya.[20]
            Ayat 23 dia memberikan, menyampaikan, dan menyediakan catatan amal orang itu tanpa perlu disiapkan terlebih dahulu. Langsung saja disampaikan perintah dari Yang MahaTinggi lagi MahaMulia.[21]
            Menurut Imam Qurthubi:
            Ayat 19 diriwayatkan bahwasanya kematian itu lebih sakit daripada tertusuk oleh pedang, lebih sakit daripada teriris oleh gergaji, dan lebih sakit daripada terpotong oleh gunting (itulah yang kamu selalu lari darinya) yakni, ketika seseorang sedang dihadapi oleh kematian, maka akan dikatakan kepadanya: inilah yang engkdau hindari dan melarikan diri darinya.[22]
            Ayat 20 yakni, tiupan terakhir yang ditiup ketika hari pembangkitan. Yakni, hari yang dijanjikan Allah kepada orang-orang kafir untuk mengadzab mereka.[23]
            Ayat 21 penjelasan tentang (pengiring) dan (penyaksi) makna dari kata yang artinya (pengiring) adalah seorang malaikat yang menggiring manusia ke hadapan Allah, sedangkan makna dari kata yang artinya (penyaksi) adalah seorang malaikat yang mempersaksikan perbuatan mereka.[24]
            Ayat 22 maksud dari pada yang lalai dalam ayat ini adalah kaum musyrikin yakni yang mereka sebelumnya berada dalam keadaan lalai akan akibat dari perbuatan mereka. Dalam hal ini jumhur ulama berbeda pendapat akan ayat ini ditujukan kepada siapa, ada yang menyebutkan keadaan ini untuk orang islam dan juga ada yang berpendapat bahwa keadaan ini ditujukan kepada kaum kafir. Pendapat tentang kafir tadi oleh Adh-Dhahhak.[25]
            Penjelasan tentang firman Allah yang artinya (Maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam) adalah penglihatanmu yang mengarah kepada timbanganmu ketika segala amal perbuatan yang baik ataupun yang buruk diperbandingkan.[26]
            Ayat 23 firman Allah yang artinya (Dan yang menyertai dia berkata) yakni, seorang malaikat yang diwakilkan untuk menemaninya. Dan pada makna firman Allah yang artinya (inilah (catatan amalnya) yang tersedia pada sisiku) yakni, catatan seluruh perbuatannya, yang baik dan yang buruk, yang aku jaga dan aku simpan dengan baik, tanpa tersentuh oleh siapapun.[27]
            Surah Al-A’la ayat 14-17:
Menurut Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuthi:
            Ayat 14 (sesungguhnya beruntunglah) atau mendapat keberuntungan (orang yang membersihkan diri) dengan cara beriman.[28]
            Ayat 15 (dan dia ingat naman Tuhannya) seraya mengagungkan-Nya (lalu dia salat) meksudnya mengerjakan salat lima waktu, hal ini merupakan perkara akhirat, tetapi orang-orang kafir Mekah berpaling daripadanya.[29]
            Ayat 16 (tetapi kamu sekalian lebih memilih) dapat dibaca tu-si-ruuna dan yu-si-ruuna (kehidupan duniawi) daripada kehidupan ukhrawi.[30]
            Ayat 17 (sedangkan kehidupan akhirat) yang di dalamnya terdapat surga (adalah lebih baik dan lebih kekal).[31]
            Menurut Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni:
            Ayat 14 sangat beruntung orang yang mensucikan dirinya dengan iman dan mengikhlaskan amal perbuatannya karena Allah.[32]
            Ayat 15 dia berharap keagungan Tuhannya dan kebesaran-Nya, lalu dia salat dengan khusyu’ untuk mentaati-Nya.[33]
            Ayat 16 namun kalian hai umat manusia lebih mengutamakan hidup yang fana ini atas akhirat yang baka. Sehingga kalian sibuk dengan urusan duniawi dan lupa akhirat.[34]
            Ayat 17 padahal akhirat lebih baik dan lebih kekal daripada dunia. Dunia ini fana dan akhirat baka.[35]
            Menurut Muhammad Quraish Shihab:
            Ayat 14 & 15 sungguh telah beruntung di dunia dan di akhirat orang yang bersungguh-sungguh menyucikan diri dan mengingat dengan hati serta menyebeut nama Tuhan pemeliharanya dengan lidah. Lalu dia salat.[36]
            Ayat 16 kamu tidak melakukan kegiatan yang membawa keberuntungan, bahkan kamu senantiasa mengutamakan kehidupan dunia daripada akhirat, padahal menurut ayat selanjutnya.[37]
            Ayat 17 bahwasanya akhirat lebih baik dengan aneka kenikmatannya yang tidak dapat terlukiskan dan lebih kekal jika dibandingkan dengan kehidupan dunia ini.[38]
            Menurut Al-Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani:
            Ayat 14 yakni, mensucikan diri dari kesyirikan, lalu beriman kepada Allah, bertauhid dengan-Nya, dan mengamalkan syariat-syariatnya.[39]
            Ayat 15 yakni, dia ingat nama Tuhannya dengan rasa takut sehingga menyembah dan salat kepada-Nya. Ada pendapat yang mengatakan ia menyebut nama Tuhannya dengan lisannya dan ia salat, yakni melaksanakan salat lima waktu, karena salat itu tidak akan terlaksana kecuali dengan menyebutnya, yaitu dengan ucapan “Allahu Akbar”.[40]
            Ayat 16 yang dimaksud dalam ayat ini adalah orang-orang kafir, dan yang dimaksud mengutamakan kehidupan dunia adalah merasa senang dan tenang dengannya, serta berpaling dari kehidupan akhirat secara total. Pendapat lain mengatakan yang dimaksud adalah seluruh manusia, dari orang mukmin dan kafir, dan yang dimaksud dengan memilih kehidupan dunia di sini lebih umum dari itu semua, dari sesuatu yang tidak dapat dihindari oleh mayoritas manusia untuk lebih memilih kehidupan dunia dibanding kehidupan akhirat, dan senantiasa berupaya mendapatkan manfaat-manfaatnya serta memberikan perhatian lebih daripada perhatiannya terhadap ketaatan-ketaatan.[41]
            Ayat 17 keadaan bahwa kehidupan akhirat, yaitu surga lebih utama dan kekal dibanding kehidupan dunia.[42]
Surah Al-Hadiid ayat 20-21:
 Menurut Jalaluddin As-Suyuthi dan Jalaluddin Al-Mahalli:
            Ayat 20 (Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan) sebagai perhiasan (dan bermegah-megahan antara kalian serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak) artinya menyibukkan diri di dalamnya. Adapun mengenai ketaatan dan hal-hal yang membantu menuju kepadanya termasuk perkara-perkara akhirat (seperti)  kehidupan dunia yang menyilaukan kalian dan kepunahannya sesudah itu bagaikan (hujan) bagaikan air hujan (yang membuat orang-orang bertani merasa kagum) merasa takjub (akan tanaman-tanamannya) yang tumbuh disebabkan turunnya hujan itu (kemudian tanaman itu menjadi kering) lapuk dan kering (dan kamu lihat warnanya yang kuning itu, kemudian menjadi hancur) menjadi keropos dan berjatuhan ditiup angin (dan di akhirat ada azab yang keras) bagi orang-orang yang lebih memilih keduniawian (dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya) bagi orang-orang yang lebih memilih akhirat daripada dunia (dan kehidupan dunia ini tidak lain) maksudnya bersenang-senang dalam dunia ini tiada lain (hanyalah kesenangan yang menipu).[43]
            Ayat 21 (berlomba-lombalah kalian kepada ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi) seandainya jarak di antara keduanya dapat diukur lafaz al-ard artinya luas (yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar).[44]
                Menurut Muhammad Quraish Shihab:
            Ayat 20 mengingatkan mereka yang beriman, tetapi jiwanya masih diselubungi oleh kekikiran, lebih-lebih yang lengah atau tertipu oleh gemerlap hiasan duniawi, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia dalam kegemerlapannya yang menggiurkan. Dengan sikap mereka seperti selama ini, tidak lain hanyalah permainan, yakni aktivitas yang sia-sia tanpa tujuan. Apa yang dihasilkannya hanyalah hal-hal yang menyenangkan hati. Tetapi tidak atau kurang penting sehingga melengahkan pelakunya dari hal-hal yang penting atau yang lebih penting. Serta ia juga merupakan perhiasan dan bermegah-megah antar mereka yang mengantar kepada dengki dan iri hati serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta yang mengakibatkan persaingan tidak sehat dan juga berbangga tentang sukses anak-anak keturunan, padahal itu semua hanya bersifat sementara dan tidak kekal. Kehidupan dunia ibarat hujan yang tercurah ke tanah, di mana tanam-tanaman yang ditumbuhkannya mengagumkan para petani, tetapi setelah berlalu sekian waktu tanaman itu menjadi kering atau tumbuh tinggi dan menguat, lalu dengan segera engkau, siapa pun engkau, akan menguning, lalau beberapa saat kemudian ia menjadi layu dan hancur. Demikian itulah perumpamaan keadaan dunia dari segi keindahan dan kecepatan kepunahannya sedangkan di akhirat nanti ada azab yang keras bagi mereka yang menuntut dunia dengan mengabaikan akhirat dan ada juga ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya bagi mereka yang menjadikan dunia arena dan sarena perolehan kebahagiaan akhirat.[45]
            Ayat 21 mengajak hamba-hamba Allah untuk bersegara, bagaikan ketersegeraan seorang yang ingin mendahului orang lain, emnuju ampunan Allah swt. Dengan menyadari kesalahan dan berlomba mencapai surga yang sangat agung yang lebarnya selebar langit dan bumi. Surga itu telah disediakan oleh Allah bagi orang-orang yang beriman dengan benar kepada-Nya dan membenarkan Rasul-rasul-Nya. Ampunan dan surga itu adalah karunia Allah swt diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah swt adalah
Pemilik dan Penganugerah karunia yang Agung. Yakni, karena itu jangan heran dengan genjaran yang demikian besar.[46]
           
Menurut Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni:
            Ayat 20 ketahuilah hai manusia, bahwa kehidupan dunia ini hanyalah permainan yang meletihkan kalian sebagaimana anak kecil melelahkan dengan mainannya, menyibukkan manusoa sehingga ia lupa akhirat dan taat kepada Allah. Perhiasan yang digunakan oleh orang-orang bodoh untuk berhias, sebagaimana pakaian indah, kendaraan yang mahal  dan rumah yang tinggi. Kalian saling membanggakan nasab, harta dan anak. Kalian saling membanggakan banyakanya harta dan anak. Bagaikan hujan deras yang jatuh ke bumi, lalu tumbuh-tumbuhan yang tumbuh dari hujan itu mengagumkan para petani. Lalu tumbuh-tumvuhan itu mengering setelah hijau dan segar. Lali kamu lihat warnanya kuning setelah bersinar kemudian hancur menjadi rusak setelah mengering dan diterbangkan oleh angin. Demikan sifat dunia. Balasan di akhirat adakalanya siksa yang berat bagi orang-orang durhaka dan atau ampunan dan ridha dari Allah bagi orang-orang yang berbakti. Kehidupan dunia ini dalam hal hina dan kecepatan sirnanya, hanyalah kesenangan yang cepat berlalu. Menipu orang yang lupa dan memperdaya orang yang bodoh.[47]
            Ayat 21 hai umat manusia, hendaklah kalian berlomba dan segera melakukan amal-amal saleh yang mendatangkan ampunan Tuhan kalian. Dan segeralah kalian menuju surga yang luas dan lapang. Luasnya seperti tujuh langit dan bumi bersatu. Penyebutan luasnya surga ini untuk mengingatkan, bahwa luasnya berkali-kali lipat. Allah menyiapkan dan menyediakan surga untuk orang-orang mukmin yang percaya kepada Allah dan para Rasul-Nya. Janji yang berupa ampunan dan surga adalah karunia Allah yang luas. Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki dari para hamba-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. Allah mempunyai pemberian yang luas dan kebaikan yang besar.[48]
           

Menurut Sayyid Quthb:
            Ayat 20 dunia merupakan permainan,  sesuatu yang melalaikan, perhiasan, sarana bermegah-megah, dan sarana untuk berbangga-bangga. Inilah hakikat yang ada dibalik kesungguhan yang menyita perhatian dan kepentingan. Kemudian Al-Qur’an mengilustrasikan dunia dengan contoh yang mengesankan bahwa dunia itu seperti  hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani. Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning karena telah dipanen. Tanaman itu memiliki batas akhir, cepat berakhir, dan batas akhirnya itu dekat. Kemudian ia hancur seluruh rangkaian kehidupan dunia berakhir dalam sosok dinamis seperti itu, yang berasal dari pemandangan yang biasa dilihat manusia. Dunia berakhir dalam pemandangan kehancuran.[49]
            Adapun persoalan akhirat sungguh berbeda dari persoalan dunuia. Suatu persoalan yang layak diperhitungkan, dicermati, dan dipersiapkan.[50]
            Akhirat tidak berakhir dalam sekejap seperti halnya dunia. Akhirat tidak berakhir dengan kehancuran. Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. Kesenangan ini tidaklah memiliki subtansi karena topangnya berupa tipuan. Di samping itu, dunia pun melenakan dan melupakan, sehingga membawa pemiliknya kepada bayang-bayang yang menipu.[51]
            Ayat 21 perlombaan itu bukanlah tentang sendau gurau, permainan, untuk saling membanggakan diri, dan untuk saling mengungguli jumlah. Juga bukan perlombaan yang membolehkan orang keluar dari arena, atau perlombaan yang mengizinkan sendau gurau dan permainan seperti di kalangan anak-anak. Tetapi, itu perlombaan yang mengarah ke kerajaan yang luas yaitu “surga yang seluas lengit dan bumi”.[52]
            Kerajaan yang luas di surga tersebut dapat dicapai oleh setiap orang yang menginginkannya, dan orang yang berminat dapat berlomba-lomba mencapainya. Adapaun kendaraannya ialah keimanan kepada Allah dan para Rasul-Nya. Sehingga Allah memberikan karunia kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Karunia Allah itu tidak terbatas dan orang tidak dilarang mendapatkannya. Ia dibolehkan dan dianguerahkan bagi yang ingin dan pemenang lomba. Untuk inilah, maka orang-orang hendaknya berlomba-lomba, bukan untuk meraih sejengkal tanah yang terbatas waktunya dan unsur-unsurnya.[53]
C.    Pokok Kandungan Ayat
Surah Qaaf Ayat 19-23
Pada ayat-ayat sebelumnya, al-Qur’an menjelaskan tentang anggapan orang-orang kafir yang menyatakan bahwa kebangkitan untuk memperoleh balasan tidaklah mungkin terjadi, maka Allah membantah anggapan mereka dengan membuktikan kekuasaannya-Nya dan ilmu-Nya. Kemudian Allah memberitahukan pula kepada mereka bahwa mereka akan mendapatkan kebenaran ketika datang maut dikala terjadinya hari kiamat. وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ  Pada konteks ayat ini Allah berfirman: Dan datanglah sakaratul maut, saat ruh akan meninggalkan badan, kedatangannya itu dengan haq (pasti datang). Ini berarti setiap orang, bahkan setiap yang bernyawa akan mengalami sakaratul maut. Dan penderitaan ketika mati itu menyingkapkan bagimu keyakinan yang telah kamu dustakan bahwa kebangkitan adalah hal yang tidak mungkin diragukan lagi. ذلِكَ مَاكُنْتَ مِنْهُ تَحِيْدُ  Kebenaran yang kamu hindari itu benar-benar telah datang kepadamu, maka tidak ada tempat berlari dan tidak ada tempat berpaling, tidak ada tempat menghindar dan tidak ada tempat untuk menyelamatkan diri. Dijelaskan dalam al-Qur’an, bagaimana rasa sakit yang dirasakan oleh seseorang yang sedang mengalami sakaratul maut :



وَلَوْ تَرى إِذِ الظّلِمُوْنَ فِى غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلئِكَةُ بَاسِطُوْا أَيْدِهِمْ [الأنعام : ٩٣]
Artinya : “Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zhalim berada dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya” (QS. Al-An’am:93)[54]

Penyifatan kehadiran sakaratul maut dengan al-haq dipahami oleh Sayyid Quthub sebagai isyarat tentang keadaan jiwa manusia pada saat terjadinya sakaratul maut itu. Yakni ketika itu dia akan melihat kebenaran dengan sangat sempurna. Dia melihatnya tanpa tirai penghalang dan dia mengetahui apa yang tadinya dia tidak ketahui serta apa yang tadinya ia ingkari, hanya saja itu semua setelah terlambat dan tidak bermafaat lagi.
Kemudian, Allah SWT berfirman :
وَنُفِخَ فِى الصُّوْرِ ذلِكَ يَوْمُ الْوَعِيْدِ[55]
Dan setelah tiba masa kebangkitan, ditiuplah oleh malaikat Israfil sangkakala untuk membangkitkan manusia dari kubur. Itulah hari ancaman serta hari terpenuhinya janji. Ayat ini menyifati hari peniupan sangkakala dengan hari terlaksananya ancaman, dan hari terpenuhinya janji. Ketika Allah SWT telah memberi izin untk menetapkan kematian atas semua makhluk, dan menetapkan batas akhir bagi segala urusan dunia, maka Dia akan memerintahkan malaikat Israfil untuk meniup sangkakala. Pada saat malaikat israfil meniup sangkakala itu, maka matilah segala yang hidup (baik yang di langit maupun yang di bumi), kecuali yang memang dikehendaki oleh-Nya, kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing). Namun, menurut hemat penulis yang paling terpenting dan yang wajib diyakini oleh setiap muslim adalah bahwa ada waktu yang telah ditentukan oleh Allah SWT yang tidak satu makhluk pun mengetahui kapan datangnya dimana manusia akan dibangkitkan untuk mempertanggungjawabkan amal masing-masing, lalu menerima balasan dan ganjarannya. Selanjutnya Allah berfirman;
لَقَدْ كُنْتَ فِيْ غَفْلَةٍ مِنْ هذَا فَكَشَفْنَاعَنْكَ غِطَآءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيْدٌ[56]
Ketika kematian menjemput seseorang, dikatakan kepadanya: Demi Allah, sungguh, kamu ketika hidup di dunia dahulu berada dalam keadaan lalai tentang (peristiwa) yang sedang kamu lihat ini, maka sekarang Kami singkapkan tutup (yang menutupi) matamu, sehingga penglihatanmu pada hari ini sangat tajam. Dengan demikian kamu benar-benar yakin. Akan tampak oleh manusia segala sesuatu yang tidak tampak olehnya dalam kehidupan dunia, ketika segala kesibukan dunia itu telah lepas dari mereka, maka akan tampak olehnya seluruh perbuatannya, sehingga ia tidak melihat satu keburukan pun, melainkan ia akan merasakan penyesalan yang amat sangat, karena keburukannya itulah yang menyeretnya tenggelam kedalam neraka.[57]
Pada saat itulah dikatakan kepada mereka; “wakafa binafsika al-yauma hasiba” (cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.) Allah SWT menjadikan kelalaian bagai tutup yang menutupi seluruh jasad manusia atau sebagai selaput yang menutupi kedua mata manusia, sehingga ia tidak dapat melihat suatu apapun.    Maka apabila hari kiamat terjadi, sadarlah manusia dan hilanglah kelalaian yang menutupi dirinya sehingga ia dapat melihat kebenaran yang dahulu ia tidak dapat melihatnya. Ayat ini menunjukkan bahwa kelak di hari Kemudian akan nampak hakikat-hakikat yang tersembunyi dalam kehidupan dunia ini. Kalau di dunia seseorang belum melihat malaikat, maka disana ia akan dapat melihatnya. Kalau disini banyak yang menduga sebab-sebab lahiriah adalah faktor yang menghasilkan sesuatu, maka disana ia akan menyadari bahwa secara penuh bahwa Allah adalah penyebab semua sebab. “Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat. Dan apa yang kamu tidak lihat.” (QS. al-Haqqah:38-39).[58]

Surah Al-A’la Ayat 14-17
            Kandungan ayat ini adalah pahala Allah di akhirat lebih baik dan lebih kekal. Kehidupun dunia itu rendah dan fana, sementara akhirat mulia dan langgeng. Bagaimana mungkin orang yang berakal lebih memilih yang fana daripada yang kekal; mementingkan apa yang segera hilang daripada kehidupan yang kekal dan langgeng?[59]
Oleh karena itu, ayat ini memberikan dorongan kepada manusia agar lebih memilih dan mengutamakan akhirat daripada dunia.[60]
Surah Al-Hadiid Ayat 20-21
Pokok kandungan ayat ini adalah sungguh beruntung orang yang membelanjakan harta kekayaannya dalam bermacam-macam kebaikan sebelum ia meninggal dunia, memperbanyak amalan ukhrawi untuk bekal di alam kubur dan akhirat nanti, dan menjalankan segala perintah Allah serta menjauhi larangan-larangan-Nya sebelum ia mati. Semua yang telah disebutkan di atas adalah menjadi dalil bahwa kehidupan dunia ini tidak semuanya tercela.[61]
Oleh karena itu, bersegeralah menuju kepada kebaikan dengan mengerjakan keta’atan dan meninggalkan berbagai larangan yang dapat menghapuskan dosa dan kesalahan, dan mendapatkan pahala serta derajat yang tinggi untuk bekal kita di alam selanjutnya (akhirat) karena kehidupan dunia ini hanya bersifat sementara (fana) dan alam akhirat itu pasti datang dan sudah dekat juga kekal adanya.[62]
 

No comments:

Post a Comment